Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktator karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya, jadi perbedaan sistem saja, di balik saja
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan proses penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) telah sesuai konstitusi.
"Begini, Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan, jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini dibalik sedikit, pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke pengadilan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.
Pernyataan Wapres tersebut disampaikan untuk menanggapi pro dan kontra penerbitan Perppu tentang Ormas dan anggapan bahwa pemerintah semena-mena dalam penetapannya.
"Katakanlah HTI dibubarin, dia pergi ke pengadilan. Kalau pengadilan mengatakan tidak sah, ya, ndak. Tapi kalau dulu, pemerintah tidak setuju, bawa ke pengadilan. Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada," kata Wapres.
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 dengan dasar perppu tersebut juga telah mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.
Setelah DPR mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas tersebut menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (24/10), maka semua permohonan uji materi Perppu tersebut di MK secara otomatis gugur.
Wapres menegaskan pemerintah tidak bertindak semena-mena karena telah melakukan prosesnya sesuai konstitusi, hanya saja alurnya dibalik.
"Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktator karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya, jadi perbedaan sistem saja, di balik saja," kata dia.
DPR RI mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang melalui mekanisme pemungutan suara terbuka yang diikuti 445 anggota.
Hasil voting tersebut menunjukkan 314 anggota dari tujuh
fraksi menyatakan setuju dan 131 anggota dari tiga fraksi, yakni Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tidak setuju.
"Begini, Perppu ini pada dasarnya kalau undang-undang yang ada, pemerintah kalau mau membubarkan harus lewat pengadilan, jadi pengadilan yang memutuskan akhirnya. Perppu ini dibalik sedikit, pemerintah membubarkan, kemudian yang tidak setuju dibawa ke pengadilan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu.
Pernyataan Wapres tersebut disampaikan untuk menanggapi pro dan kontra penerbitan Perppu tentang Ormas dan anggapan bahwa pemerintah semena-mena dalam penetapannya.
"Katakanlah HTI dibubarin, dia pergi ke pengadilan. Kalau pengadilan mengatakan tidak sah, ya, ndak. Tapi kalau dulu, pemerintah tidak setuju, bawa ke pengadilan. Prinsip pokoknya, keadilan tetap ada," kata Wapres.
Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 dengan dasar perppu tersebut juga telah mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi.
Setelah DPR mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas tersebut menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (24/10), maka semua permohonan uji materi Perppu tersebut di MK secara otomatis gugur.
Wapres menegaskan pemerintah tidak bertindak semena-mena karena telah melakukan prosesnya sesuai konstitusi, hanya saja alurnya dibalik.
"Tidak sama sekali pemerintah bertindak diktator karena tetap ada instansi atau lembaga peradilan yang membatalkan pemerintah punya. Itu esensinya, jadi perbedaan sistem saja, di balik saja," kata dia.
DPR RI mengesahkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang melalui mekanisme pemungutan suara terbuka yang diikuti 445 anggota.
Hasil voting tersebut menunjukkan 314 anggota dari tujuh
fraksi menyatakan setuju dan 131 anggota dari tiga fraksi, yakni Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tidak setuju.
(BACA: Demokrat bersiap revisi UU Ormas)
Pewarta: Azizah Fitriyanti
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2017