"Regulasi yang sudah ada kami pertegas dan perkuat penegakan hukumnya," kata Deputi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman, Safri Burhanuddin, setelah memberikan sambutan pada Konferensi Asia Timur dalam memerangi sampah plastik di Kuta, Bali, Rabu.
Menurut dia, salah satu sumber sampah plastik berasal dari kapal baik itu kapal nelayan skala kecil dan besar serta kapal wisata.
Nantinya dalam regulasi tersebut, lanjut dia, akan diterbitkan surat edaran yang ditujukan kepada kementerian teknis dan pemerintah daerah agar mewajibkan setiap kapal dapat mengelola sampah khususnya plastik.
"Saat mereka kembali ke darat harus ada sampah yang dibawa jangan sampai pulang tetapi tidak ada sampah berarti kemungkinan di buang ke laut," ucapnya.
Saat ini regulasi tersebut tengah digodok oleh instansi terkait yang ditargetkan rampung Oktober 2017 dalam bentuk peraturan presiden.
Indonesia, lanjut dia, telah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut 70 persen sebelum tahun 2025 untuk itu kerja sama semua pihak termasuk dari dalam dan luar negeri perlu digalakkan.
Edukasi, ujar Safri menjadi salah satu poin kunci menyadarkan masyarakat untuk ikut menjaga lingkungan dengan setidaknya mengurangi plastik atau mengelola sampah plastik mengingat 80 persen sampah plastik berasal dari daratan.
"Sebagian besar sampah di laut itu dari sungai. Ini memerlukan peran pemerintah kabupaten dan kota mengontrol sampah di darat," imbuhnya.
Pihaknya mengapresiasi berbagai kalangan termasuk pelaku usaha di Indonesia yang menerapkan tata kelola khususnya sampah plastik agar dapat didaur ulang menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Pemerintah, kata dia, juga tengah menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi.
Saat ini sudah ada 15 kota di Indonesia termasuk di antaranya Denpasar, Bali, mengambil bagian dalam studi menanggulangi sampah plastik di laut termasuk aplikasi aspal dari plastik pertama di Indonesia yang dilakukan pada proyek konstruksi jalan di Universitas Udayana.
Nantinya dalam regulasi tersebut, lanjut dia, akan diterbitkan surat edaran yang ditujukan kepada kementerian teknis dan pemerintah daerah agar mewajibkan setiap kapal dapat mengelola sampah khususnya plastik.
"Saat mereka kembali ke darat harus ada sampah yang dibawa jangan sampai pulang tetapi tidak ada sampah berarti kemungkinan di buang ke laut," ucapnya.
Saat ini regulasi tersebut tengah digodok oleh instansi terkait yang ditargetkan rampung Oktober 2017 dalam bentuk peraturan presiden.
Indonesia, lanjut dia, telah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut 70 persen sebelum tahun 2025 untuk itu kerja sama semua pihak termasuk dari dalam dan luar negeri perlu digalakkan.
Edukasi, ujar Safri menjadi salah satu poin kunci menyadarkan masyarakat untuk ikut menjaga lingkungan dengan setidaknya mengurangi plastik atau mengelola sampah plastik mengingat 80 persen sampah plastik berasal dari daratan.
"Sebagian besar sampah di laut itu dari sungai. Ini memerlukan peran pemerintah kabupaten dan kota mengontrol sampah di darat," imbuhnya.
Pihaknya mengapresiasi berbagai kalangan termasuk pelaku usaha di Indonesia yang menerapkan tata kelola khususnya sampah plastik agar dapat didaur ulang menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Pemerintah, kata dia, juga tengah menggalakkan kebijakan mengubah sampah menjadi sumber energi.
Saat ini sudah ada 15 kota di Indonesia termasuk di antaranya Denpasar, Bali, mengambil bagian dalam studi menanggulangi sampah plastik di laut termasuk aplikasi aspal dari plastik pertama di Indonesia yang dilakukan pada proyek konstruksi jalan di Universitas Udayana.
Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017