Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah terus mempersiapkan pusat industri baru melalui pembangunan kawasan industri khususnya di luar Jawa yang berperan signifikan untuk mengakselerasi cita-cita pemerintah mewujudkan Indonesia sentris.
“Pemerintah telah menyiapkan beberapa wilayah menjadi pusat industri baru. Misalnya, kawasan industri Kuala Tanjung dan Sei Mangkei yang bisa menarik investasi untuk wilayah Sumatera," kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, melalui keterangan pers, di Jakarta, Rabu.
Kemudian, lanjutnya, kawasan industri Bitung di Sulawesi Utara diharapkan untuk pengembangan industri di wilayah Timur, dan kawasan industri di Kalimantan Utara bisa sebagai relokasi industri smelter karena ada sumber energi yang lebih dekat dan hijau.
Airlangga menilai, prospek pengembangan kawasan industri di Indonesia masih menjanjikan seiring permintaan lahan kawasan industri yang semakin meningkat.
Untuk itu, lanjutnya, kawasan industri harus saling terkoneksi dan terintegrasi.
“Maka pengelola kawasan industri harus bersinergi dengan pemerintah daerah setempat dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul," jelasnya.
Airlangga meyakinkan, apabila upaya-upaya tersebut terlaksana dengan baik, daya saing kawasan industri akan meningkat sekaligus membawa dampak berganda terhadap perekonomian daerah dan nasional.
Airlangga memaparkan, sebanyak 73 perusahaan kawasan industri terdaftar menjadi anggota Himpunan Kawasan Industri (HKI) dengan total area seluas 54.650,52 hektare (Ha).
"Kawasan industri telah berhasil merealisasikan beroperasinya industri manufaktur di dalamnya sebanyak 9.200 perusahaan yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3,68 juta orang,†papar Airlangga.
Namun demikian, Ketua Umum HKI Sanny Iskandar menyatakan, pengelola mulai merasa khawatir dengan rencana pengurangan batas lahan untuk kawasan industri menjadi hanya seluas 200 Ha.
Wacana ini sempat dimunculkan dalam pembahasan RUU Pertanahan yang masih bergulir di parlemen.
Menurut Sanny, kawasan industri umumnya memerlukan luas lahan di atas 400 Ha.
“Karena, satu perusahaan petrokimia saja di sebuah kawasan industri, paling tidak membutuhkan lahan seluas 150-200 Ha,†ujarnya.
Selain itu, pengembang kawasan industri juga dihadapkan dengan kesulitan untuk urusan pembebasan lahan yang selalu diikuti dengan munculnya spekulan tanah. Padahal, pengembang kawasan industri sudah bersusah payah untuk mencari pendanaan investor.
“Kami berharap konsep bank tanah untuk kawasan industri dapat diwujudkan sehingga menjadi solusi atas masalah pembebasan lahan, termasuk kepastian harga lahan,†tuturnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai, adanya ketidakberpihakan kebijakan terhadap industri manufaktur.
“Coba bayangkan, lahan kawasan industri dibatasi 400 Ha. Tetapi untuk satu lahan perkebunan sawit dibolehkan maksimal 100.000 Ha,†ucapnya.
Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017