Jakarta (ANTARA News) - Pemeriksaan seorang saksi dalam kasus korupsi pengadaan KTP-elektronik dilakukan dengan wawancara jarak jauh via telekonferensi dari Singapura.
Lewat telekonferensi, Kamis, Direktur Utama PT Sandipala Artha Putra Paulus Tannos memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto.
"Saya tinggal di Singapura sejak Maret 2012 Yang Mulia," kata Paulus, yang percakapannya ditayangkan di layar televisi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.
"Saat penyidikan?" tanya ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar.
"Juga di Singapura," jawab Paulus.
PT Sandipala yang bergerak di bidang security printing dan smartcard merupakan salah satu anggota konsorsium PNRI, yang memenangkan tender pengadaan KTP-e senilai Rp5,9 triliun.
Anggota lain konsorsium yang diketuai oleh Perum PNRI itu meliputi PT LEN Industri, PT Sucofindo, PT Quadra Solution dan PT Sandipala Artha Putra.
Paulus menuturkan bahwa pada 1 Juni 2011, saat tanda tangan kontrak terkait pengadaan KTP-e, dia masih berada di Jakarta, demikian pula setelah proyek berjalan. Dia pindah setelah merasa jiwanya terancam.
"Setelah dalam perjalanan pelaksanaan proyek e-KTP terjadi kesalahan dengan ada chip dari e-KTP yang disuplai perusahaan saya sehingga rumah saya diserang, jiwa saya terancam dan saya dilaporkan ke Mabes Polri oleh Oxel dengan tuduhan penipuan," ungkap Paulus.
Paulus sejak awal memang ingin terlibat dalam proyek KTP-e. Bahkan ia sengaja membeli PT Sandipala dan mesin senilai 20 juta dolar AS agar bisa mencetak sendiri blanko KTP-e sekaligus melakukan personalisasinya.
"Saya ingin mengikuti proyek e-KTP melalui perusahan saya sebelumnya, saya menghubungi orang dari PT LEN dan diusulkan agar membentuk konsorsium. Saya selanjutnya bergabung ke PNRI dan akhirnya sepakat membuat konsorisum untuk mengikuti tender e-KTP ini," jelas Paulus.
Dalam tender, PT Sandipala bertanggung jawab untuk melakukan pencetakan 103 blanko KTP-E dan personalisasi kartu serta distribusinya, namun belakangan jumlah itu menurut Paulus dikurangi sepihak oleh Kementerian Dalam Negeri tanpa alasan jelas.
Baca juga: (Saksi kasus KTP-e ungkap pertemuan dengan Setnov)
Pewarta: Desca Lidya Natlaia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017