"Kecilnya suku bunga tabungan dan deposito terhadap tingkat inflasi membuat perbankan dan lembaga-lembaga keuangan menjadi tidak menarik," kata Suparno di Jakarta, Senin.
Hal itulah, kata dia, yang salah satunya menjadi penyebab sebagian masyarakat untuk mencari alternatif yang dapat membungakan uang mereka secara signifikan.
Sayangnya, kata dia, ada sebagian kecil masyarakat yang salah dalam memilih portofolio investasi.
"Kesalahan ini bukan malah membuat keuntungan jadi berlipat tapi membuat seseorang kehilangan uangnya," katanya.
Suparno menyesalkan banyak praktik investasi bodong yang menggunakan kedok koperasi.
Oleh karena itu, ia menyarankan masyarakat untuk berhati-hati dan mengenali ciri-ciri investasi bodong yang merugikan.
"Beberapa ciri-ciri investasi bodong bisa diketahui dari imbal hasil yang di luar batas kewajaran dalam waktu singkat," katanya.
Selain itu juga ketidakjelasan dalam pengelolaan investasi bahkan tidak pula dijelaskan "underlying" usaha yang memenuhi asas kewajaran dan kepatutan di sektor investasi.
Umumnya investasi bodong juga tidak jelas struktur kepengurusannya, struktur kepemilikannya, dan domisili usahanya.
"Penekanan utama pada perekrutan orang untuk berinvestasi dan kegiatan yang dilakukan menyerupai money game menyebabkan terjadinya kegagalan untuk mengembalikan dana masyarakat yang diinvestasikan," katanya.
Ciri yang lain umumnya ditunjukkan dengan bonus yang dibayarkan bila ada perekrutan baru.
Untuk mencegah praktik investasi bodong, pihaknya melakukan sosialisasi sehingga masyarakat semakin berhati-hati dan bagi koperasi juga terus diingatkan jati dirinya sehingga tidak terjebak melalukan praktik tersebut.
"Kami akan memberikan sanksi yang tegas kepada koperasi yang melakukan praktik investasi bodong," katanya.
Pihaknya pun telah membentuk Satuan Tugas Pengawasan koperasi baik di tingkat pusat maupun daerah untuk meminimalisir praktik-praktik investasi bodong berkedok koperasi.
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017