Jakarta (ANTARA News) - Belum juga sebulan berkuasa, Presiden Amerika Serikat Donald Trump langsung menyedot perhatian manusia dan media massa sejagat. Di antara yang paling disorot media massa adalah kebiasaan Trump untuk menghardik, mencerca dan mengejek, termasuk kepada hakim dan sistem peradilan AS yang bukan wilayah kewenangannya.
Dia mencaci maki Hakim Judge James L. Robart dari Mahkamah Negara Bagian Washington yang mengeluarkan putusan yang menangguhkan implementasi kebijakan Trump mengenai larangan untuk imigran tujuh negara muslim.
Pekan berikutnya Trump meradang di Twitter setelah tiga hakim senior pada Pengadilan Tingkat Banding di San Francisco memperkuat putusan Hakim Robart.
"Saya tak ingin mengatakan pengadilan telah berlaku bias, jadi saya tak akan mengatakan pengadilan bias, dan kami belum memutuskan apa-apa. Tetapi pengadilan memang terlihat sangat politis," cerca Trump dalam laman New Yorker.
Mengapa Trump begitu gampang menyerang pihak-pihak yang dianggapnya berseberangan dan bertentangan dengan kemauan dia?
Menurut New Yorker, ada dua teori untuk menjawab pertanyaan itu.
Teori pertama, adalah teori yang dianut pakar-pakar kesehatan mental bahwa Trump mungkin mengidap gangguan kepribadian narsistis yang membuatnya tidak tahan untuk menyerang orang yang dianggap dia telah menyerangnya.
Menurut teori ini, ketika ada orang yang kritis atau bertentangan dengan Trump, maka Trump merasa mengalami cedera narsistis, yakni perasaan bahwa seluruh dirinya dipertanyakan orang lain. Perasaan ini mendorongnya untuk menyerang orang lain dengan tak peduli akibatnya.
John Gartner, psikoterapis dari Baltimore, meluncurkan petisi online yang menyebutkan Trump mengidap kecenderungan sakit mental yang akut sehingga ecara kejiwaan tidak layak dan tidak kompeten menjalankan tugas-tugas Presiden Amerika Serikat. Petisi online ini sejauh ini telah ditandatangani oleh sekitar 20.000 orang.
Teori kedua menyatakan Trump adalah aktor yang rasional yang tidak peduli pada apa yang dikatakan media massa atau bahkan mayoritas rakyat Amerika, karena dia memang merasa tidak memerlukan dukungan mereka.
Sepanjang para politisi Republik di Kongres (legislatif) setia kepada dia, maka dia akan melakukan apa saja tanpa perlu menunggu rating penerimaan publik. Tapi tentu saja dia ingin memetik dukungan rakyat.
Dengan terus menerus menyerang lawan-lawannya di media massa dan Partai Demokrat, dengan menyerang hakim yang berani mempertanyakan keputusan-keputusannya, dan bahkan mencuit bisnis anak perempuannya yang diblok sebuah jaringan supermarket, Trump berusaha memberikan isyarat kepada pendukung utamanya bahwa dia bukan politisi biasa sehingga para pendukung setianya menganggap dia dipercaya.
Kedua teori itu tidak bisa menjelaskan secara tepat Donald Trump. Dan Trump sendiri tak bisa menghentikan kebiasaannya mencerca orang lain. Tetapi dia yakin caranya ini menguntungkan dia secara politik. Mungkin inilah alasan mengapa dia tak mau memberikan akun Twitter pribadinya, dan juga alasan mengapa dia merekrut juru bicara seperti Kellyanne Conway yang hampir merugikan Trump ketika menganjurkan para penonton Fox News untuk membeli pakaian dan aksesoris produksi Ivanka Trump.
Gedung Putih lalu buru-buru mengatakan Conway tengah ditatar soal etika hukum yang melarang pegawai pemerintah memanfaatkan kantor atau lembaga pemerintahan mengiklankan produk komersial.
Trump agaknya akan terus mencerca, namun dia harus tahu bahwa dia harus lebih memperhatikan apa yang dia ucapkan.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017