Jakarta (ANTARA News) - Sejarah Pulau Run, bagian dari Kepulauan Banda Indonesia dan Pulau Manhattan yang kemudian menjadi New Amsterdam, lalu menjadi New York akan diangkat dalam pertunjukan teater karya Profesor Ronald Jenkins dari Wesleyan University, Amerika Serikat.
"Pementasan teater ini digelar untuk memperingati 350 tahun Perjanjian Breda yang ditandatangani oleh Belanda dan Inggris sebagai persetujuan untuk menukar Pulau Run dan Manhattan. Ini adalah pengetahuan sangat penting yang mengubah sejarah dunia," ujar Jenkins dalam jumpa pers yang dipandu wartawan senior Parni Hadi di Jakarta, Senin malam.
Menurut Jenkins, sejarah antar kedua wilayah, yakni Pulau Run dan Pulau Manhattan itu kemudian secara jelas menunjukkan hubungan erat antara Republik Indonesia dan Amerika Serikat sampai sekarang ini.
Dalam proses pembuatan karya yang disebutnya sebagai teater dokumenter, Jenkins selama dua tahun terakhir melakukan penelitian di pulau yang termasuk gugusan Kepulauan Banda, Provinsi Maluku itu, dengan mewawancarai para petani pala dan mempelajari buku-buku sejarah.
Pala merupakan komoditas perdagangan yang menjadikan Pulau Run sangat berharga, bahkan sama berharganya dengan emas pada masa kolonial.
Sayangnya, menurut Jenkins, penduduk pulau tersebut tidak pernah merasa sejahtera karena sejatinya Perjanjian Breda hanya menjamin perdamaian antara dua koloni yang terus berseteru yakni Inggris dan Belanda, namun tidak kepada warga Pulau Run yang turun-temurun bertani pala untuk memenuhi kebutuhan penjajah mereka.
Dalam karya teaternya, Jenkins mencoba menyuguhkan perjalanan sejarah Pulau Run sejak abad 15 hingga saat ini lewat penuturan beberapa karakter utama, seperti seorang prajurit Belanda yang dalam tulisannya mengaku menyesal telah menindas warga pribumi, seorang petani tua yang sejak dilahirkan hingga kini terus setia merawat tanaman pala, juga tidak ketinggalan karakter pohon pala yang akan mengisahkan sejarah dari sudut pandang tersendiri.
"Narator dari cerita ini adalah hantu Enrique, seorang budak Fernando de Magelhaens (penjelajah asal Portugis) yang sebetulnya adalah warga pribumi bernama asli Panglima Awang dan berasal dari salah satu pulau penghasil rempah di Indonesia," kata Jenkins.
Jenkins mengaku ide pembuatan teater ini berasal dari pelukis sekaligus pemahat asal Bali Made Wianta yang telah berpuluh tahun bersahabat dengannya.
Sebagai warga Manhattan, ia merasa Pulau Run adalah sejarah penting yang harus diketahui oleh warga AS pada umumnya, karena menunjukkan kedekatan hubungan Indonesia dan AS bahkan sebelum keduanya berdiri sebagai sebuah negara.
"Ide besarnya adalah membuat orang-orang melihat sejarah yang tidak mereka ketahui, suara sejarah yang tidak mereka dengar. Pesan dari karya ini adalah agar kita tidak lupa," ujar Jenkins.
Jenkins akan menggelar pentas perdananya pada 21 April mendatang di Wesleyan University, Connecticut, AS, bekerjasama dengan mahasiswanya sebagai pelakon teater, serta dua seniman Indonesia sebagai koreografer dan penata musik.
Ia juga diundang untuk mementaskan teater Pulau Run di KJRI New York, kemudian bersama Yayasan Warisan dan Budaya Banda akan menggelar pementasan serupa di Jakarta.
Kemudian di Bali, karya Jenkins akan dipentaskan oleh anak-anak, bekerjasama dengan seniman teater I Nyoman Catra.
Pewarta: Yashinta Difa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017