Yogyakarta (ANTARA News) - Komisi Aparatur Sipil Negara mencatat puluhan dugaan kasus jual beli jabatan di institusi pemerintahan yang telah dilaporkan lembaga itu ke Kementerian Dalam Negeri, selain kasus yang melibatkan Bupati Klaten Sri Hartini.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi di Kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Senin, mengatakan kasus di Klaten, Jayapura dan Jambi adalah tiga yang telah ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dari puluhan dugaan kasus jual beli jabatan yang telah dilaporkan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Masih ada puluhan yang belum diungkap," kata dia dalam diskusi "Refleksi Akhir Tahun Pemerintahan Jokowi dan kontribusi KAHMI untuk Negri" itu.
Menurut mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, berdasarkan catatan KASN, uang hasil jual beli jabatan yang pernah terjadi di sejumlah institusi di Indonesia selama 2016 jika ditotal diperkirakan mencapai Rp35 triliun.
"Seperti di Klaten, misal ada 850 jabatan dan dikalikan Rp50 juta (uang suap) sudah berapa triliun?. Belum yang jual beli formasi pegawai mulai Rp75 juta sampai Rp200 juta," kata Sofian mengilustrasikan.
Menurut Sofian, penggantian jabatan secara massal seperti yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten dapat menjadi salah satu indikasi terkuat adanya praktik jual beli jabatan di daerah lain.
"Kalau yang mengganti pejabat secara massal mencapai 850 orang seperti di Klaten pasti bisa diduga terjadi suatu jual beli," kata dia.
Menurut Effendi, selain melakukan analisis penelusuran secara mandiri terkait praktik jual beli jabatan, KASN juga menghimpun informasi dari laporan masyarakat maupun media massa.
Sofian mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kasus jual beli jabatan adalah minimnya instansi yang menyelenggarakan seleksi jabatan secara terbuka.
Ia menyebutkan dari 600 instansi pemerintahan yang terdiri atas 34 kementerian, 39 Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK), 78 lembaga nonstruktural, 34 pemerintah provinsi dan 508 pemerintah kabupaten/kota, 57 persen di antaranya belum melakukan seleksi jabatan secara terbuka.
Dari 43 persen yang telah melakukan seleksi terbuka, menurut dia, kualitasnya juga berbeda-beda, ada yang seleksi terbukanya sudah bagus ada yang masih memiliki rapor merah. "Jika seleksi dilakukan terbuka maka tidak bisa lagi jual beli jabatan," kata dia.
Oleh sebab itu, Sofian berharap UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang salah satunya mengatur pemberlakuan seleksi terbuka dalam penempatan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) tidak direvisi seperti yang telah menjadi agenda inisiatif DPR RI.
"Justru kalau mereka (DPR) mau merevisi untuk melonggarkan seleski (pengisian jabatan), maka partai politik bisa bermain sebebas-bebasnya," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017