Yangon (ANTARA News) - Delapan orang tewas akibat bentrokan yang terjadi di kota bagian utara Myanmar di wilayah yang berbatasan dengan China, daerah yang telah lama didera pemberontakan etnis.

Bentrokan itu menghembus harapan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi untuk menempa kesepakatan damai nasional setelah bertahun-tahun perang di banyak wilayah perbatasan yang dihuni etnis minoritas.

Warga lokal di kota kecil Muse, yang menjadi sarang penyelundupan, melaporkan bahwa pertempuran dimulai pada pagi hari.

"Orang-orang dari pos pemeriksaan perbatasan sekarang melarikan diri ke Muse karena pertempuran sengit di sana," kata Aye Aye, seorang warga kota, kepada kantor berita AFP.

Dalam sebuah pernyataan pada Minggu malam, kantor Suu Kyi mengatakan delapan orang tewas dalam pertempuran itu, satu tentara, tiga petugas polisi, satu gerilyawan pro-pemerintah dan tiga warga sipil.

Seorang petugas medis di Muse mengatakan kepada AFP bahwa dua warga sipil tewas akibat luka tembak.

Pertempuran antara militer Myanmar dan kelompok Tentara Independen Kachin (Kachin Independence Army/KIA) di negara bagian Kachin, yang berkobar kembali pada 2011 setelah runtuhnya gencatan senjata 17 tahun, menyebabkan sekitar 100.000 orang kehilangan tempat tinggal dan meluas ke beberapa bagian wilayah negara bagian tetangga Shan.

Muse berada di utara Shan, tidak jauh dari Kachin, dan terpisah dari China oleh satu sungai. Dua perwakilan pemberontak mengonfirmasi pasukan mereka terlibat dalam bentrok itu.

"Kami bertempur bersama dengan sekutu kami dari kelompok bersenjata etnis," kata Khine Thu Kha, dari Arakan Army, kepada AFP.

Pemberontak menyatakan kelompok yang terlibat meliputi KIA, Arakan Army, Ta'ang National Liberation Army dan Myanmar National Democratic Alliance Army.

Salah satu prioritas Suu Kyi adalah kesepakatan damai dengan kelompok-kelompok minoritas bersenjata di negaranya.

Namun pertempuran yang berlanjut di negara bagian Kachin dan Shan membayangi pembicaraan damai dan diperkirakan butuh waktu bertahun-tahun untuk mengakhiri konflik rumit itu. (kn)


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016