Jakarta (ANTARA News) - Sepanjang dua tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, pengetahuan mengenai ilmu kelautan dan wawasan kemaritiman belum masuk dalam kurikulum atau perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.

Padahal, infiltrasi pemahaman konsep maritim bagi jenjang pendidikan dasar dan menengah tersebut menunjang reorientasi generasi muda pada kesadaran wawasan nusantara berbasis kebaharian sesuai visi Poros Maritim Dunia.

Pemerintah dan lembaga terkait selama ini terus mengupayakan perwujudan kurikulum kebaharian, dan hal tersebut membutuhkan proses yang tidak singkat hingga terealisasi.

Kurikulum Kemaritiman Nasional sendiri saat ini sedang disusun oleh Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Sebagai informasi, kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; dan jasmani, olahraga dan kesehatan.

Sebagai lembaga riset negara, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Komponen Edukasi Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) telah aktif memberikan masukan terkait dengan materi dan bahan belajar bidang kompetensi wawasan kemaritiman.

Salah satu kontribusi yang dilakukan LIPI adalah merumuskan dan memberikan materi pembelajaran kemaritiman untuk mendukung Kurikulum Kemaritiman Nasional.

Materi pembelajaran tersebut mencakup serial buku "Pesisir dan Laut Kita" kelas I sampai kelas XII untuk kurikulum 2006, serial buku "Pesisir dan Laut Kita" kelas I sampai kelas VI untuk kurikulum 2013.

Selain itu, materi penunjang lain yang juga disusun di antaranya "Buku Panduan Guru" untuk sekolah dasar dan menengah, silabus dan pengetahuan umum tentang ekosistem terumbu karang, lamun, mangrove, pelagik dan estuari, kamus ekologi laut, komik, dan poster.

Kepala LIPI Iskandar Zulkarnaen berharap Kemdikbud bersedia menyebarkan materi pembelajaran kelautan tersebut bagi setiap jenjang sekolah di Indonesia, walaupun belum sebagai kurikulum.

"Menurut saya ini sebagai langkah untuk mulai mengembangkan Kurikulum Kemaritiman Nasional, dan materi pembelajaran ini bisa menjadi bahan untuk kurikulum tersebut," kata Iskandar dalam konferensi pers di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Ancol, Jakarta, Senin (17/10).

Penyebaran materi pembelajaran tersebut difokuskan pada sekolah-sekolah pesisir maupun yang berdekatan dengan laut, yang mencakup sekitar 60 persen dari jumlah total siswa sekolah dasar dan menengah di Indonesia yang kira-kira mencapai 58 juta peserta didik.

Menurut dia, materi pembelajaran tersebut akan mampu menambah informasi dan bahan belajar mengenai laut sekaligus lebih mendekatkan para siswa kepada aspek kelautan dalam pendidikan.

"Karena masih sangat kurang materi yang bicara tentang kelautan," kata Iskandar.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman berpendapat pendidikan wawasan kemaritiman berguna untuk memberikan pemahaman generasi muda dalam menjaga kelestarian alam sebagai perwujudan esensi pengetahuan yang menumbuhkan tanggung jawab kepada bangsa dan ilmu.

"Misalnya, di beberapa daerah pesisir ada muatan lokal yang tidak membolehkan menangkap ikan pada waktu-waktu tertentu untuk membiarkan ikan-ikan tersebut berkembang biak," kata dia.

Oleh karena itu, Arief berharap penerapan ilmu kelautan di kurikulum jangan hanya dipakai untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) saja khususnya biologi, tetapi dapat diterapkan dan disesuaikan dengan semua ilmu.

Selain itu, pemanfaatan juga sebaiknya tidak terbatas pada bacaan saja, tetapi mengutamakan konteks yang dikaitkan dengan pelajaran pokok.

Misalnya, pelajaran IPA bagi siswa di pesisir perlu diperkaya dengan konteks kemaritiman, sebagai contoh terdapat soal menghitung jumlah tali untuk membuat jala atau banyaknya kayu untuk membuat kapal kecil.

"Ilmu kelautan dan wawasan maritim memang cenderung berkaitan dengan mata pelajaran IPA dan tidak tembus ke ilmu pengetahuan sosial, padahal hal tersebut menurut saya lintas sektoral. Sebagai bentuk tanggung jawab keilmuan, sebaiknya jangan materi pembelajaran LIPI ini dianggap hanya untuk ilmu biologi saja," ujar dia.


Penciptaan Ahli-ahli Kelautan

Visi Poros Maritim Dunia, yang mengupayakan pemanfaatan keunggulan bahari secara optimal, tentu membutuhkan banyak sumber daya manusia yang kompeten di bidang kemaritiman.

Saat ini, jumlah peneliti dan ahli kelautan Indonesia masih minim, dimana hal tersebut ditunjukkan dengan kurangnya informasi dan pengetahuan melalui penelitian mengenai laut nasional.

Hal tersebut menyebabkan wawasan mengenai pentingnya menjaga lingkungan laut belum tumbuh, misalnya motivasi untuk secara kolektif menjaga ekosistem bawah laut.

Iskandar mengakui bahwa SDM peneliti kelautan Indonesia masih terbatas sehingga menyebabkan pengetahuan mengenai laut nasional juga menjadi minim.

"Sampai saat ini pengetahuan mengenai laut kita sendiri masih sedikit. Kita negara maritim, tetapi pembangunannya masih berkiblat ke daratan," kata dia.

Jumlah peneliti Indonesia sendiri termasuk sedikit, apalagi jika diklasifikasikan dalam ranah ilmu kelautan.

Jumlah peneliti ideal adalah 1.000 peneliti per satu juta penduduk, atau untuk Indonesia perlu memiliki kira-kira sebanyak 250 ribu peneliti.

"Kalau wilayah Indonesia 70 persen laut, maka 70 persen dari jumlah ideal peneliti tersebut seharusnya yang terkait ilmu bidang kelautan," kata Iskandar.

Data fungsional peneliti yang tercatat di LIPI sendiri masih kurang dari 10 ribu peneliti, belum termasuk para peneliti dari perguruan tinggi.

Iskandar berharap melalui penerapan Kurikulum Kemaritiman Nasional dan dukungan pemerintah untuk konsisten pada visi Poros Maritim Dunia akan mampu mencetak ahli-ahli di bidang kelautan di masa depan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud, Totok Suprayitno, berpendapat bantuan materi pembelajaran untuk Kurikulum Kemaritiman Nasional dari LIPI dapat memberikan pandangan luas kepada generasi muda tentang kemaritiman.

Cara pandang generasi muda tersebut nantinya akan berpengaruh positif bagi peningkatan kualitas riset mengenai laut.

"Siswa dapat belajar pentingnya laut bagi kehidupan, maka kemudian mereka bisa bertanggung jawab untuk melestarikan dan mendidik generasi berikutnya untuk merawatnya," kata Totok.

Kurikulum mengenai kemaritiman nasional memang masih disebarkan sebagai bahan bacaan dan muatan lokal. Dalam prosesnya, para perumus sebaiknnya mampu memperhatikan prinsip pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Oleh Calvin Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016