Jakarta, 10 September 2016 (Antara) -- Perlambatan ekonomi merupakan fakta yang dihadapi seluruh negara maju dan berkembang di dunia pada medio 2015-2016. China yang selama beberapa dekade mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia juga terkena dampak dari perlambatan ekonomi global ini.
Tren pertumbuhan ekonomi negara berpenduduk terbesar dunia itu diproyeksikan akan cenderung negatif pada 2017, yakni sekitar 6%. Bahkan sejumlah analis memperkirakan pertumbuhannya bisa saja jatuh hingga ke angka 5%. Proyeksi tentang pertumbuhan ekonomi China ini terungkap dalam side event Indonesia & Asia Economic Outlook 2017 di ajang IBDExpo 2016 yang digelar di Jakarta Convention Center pada 9 September 2016.
Indonesia & Asia Economic Outlook 2017 ini membahas berbagai tren ekonomi global pada 2016 dan beragam potensi tantangan moneter yang dihadapi seluruh dunia pada tahun depan dengan menghadirkan sejumlah pakar dan pengamat ekonomi ternama dari Indonesia dan sejumlah negara lain di kawasan Asia Pasifik sebagai pembicara kunci.
Di antara para pembicara kunci tersebut adalah Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, Menteri Koordinator Perekonomian Profesor Dorojatun Kuntjoro Jakti, Direktur Eksekutif Bank Indonesia Juda Agung, Chief Economist Bank Mandiri Anton Hermanto, Chief Asia Economist Bloomberg Tom Orlik, dan Direktur LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat.
Prof Dorojatun Kuntjoro Jakti menyatakan: "Dunia tengah mengalami krisis moneter gelombang keempat, yang dianggap lebih berbahaya dari krisis-krisis moneter seperti krisis Amerika Serikat pada 2008 dan resesi Uni Eropa pada medio 2012. Krisis ini melanda negara-negara berkembang, negara-negara yang mengandalkan komoditas ekspor ke negara-negara maju. Oleh karena itu, Indonesia yang notabene 60% ekonominya bergantung pada ekspor sangat rentan terkena dampak krisis global ini."
Peralihan kepemimpinan presiden Amerika Serikat juga ditengarai sedikit banyak turut memberikan pengaruh negatif pada tren perkembangan ekonomi dunia. Pandangan ini antara lain disampaikan Direktur Utama LKBN Antara Meidyatama Suryodiningrat. "Menurut saya, salah satu sebab terjadinya perlambatan ekonomi dunia ini terletak pada peralihan kepemimpinan di Amerika Serikat. Dua kandidat presiden cenderung tidak mau ikut campur dalam kebijakan moneter global. Dengan demikian, sangat sulit memprediksi kebijakan ekonomi AS ke depannya," katanya.
Di tengah muramnya kondisi perekonomian dunia yang tentunya berdampak pada ekonomi Indonesia, masih ada secercah harapan untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan: "Untuk menjaga soliditas ekonomi nasional di tengah perlambatan ekonomi global, pemerintah melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan menjaga kebijakan dan wujudkan konsolidasi fiskal. Salah satu bentuk implementasinya adalah amnesti pajak yang turut berkontribusi terhadap penguatan ekonomi nasional, dimana sejauh ini penerimaan telah mencapai Rp. 8 triliun," ujarnya.
Dari sektor perbankan, Chief economist Bank Mandiri Anton Hermanto mengungkapkan optimismenya kalau sektor perbankan dapat membantu Indonesia menghadapi perlambatan ekonomi dunia. "Dari sisi perbankan, kami cukup optimistis karena stabilitas nilai tukar rupiah relatif baik dan terjadi peningkatan kredit berkala.
"Selain itu, kami pun berharap pemerintah dapat meningkatkan investasi pada sektor infrastruktur karena hal ini dapat mendorong swasta untuk ikut serta berinvestasi," katanya
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2016