Undang-undang ini bukan hanya penting, tapi sudah maha penting karena di tingkat ASEAN saja hanya Indonesia, Laos dan Kamboja yang belum mempunyai UU tersebut,"

Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pakar hukum dan komunikasi di Indonesia menilai Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) menjadi UU yang maha penting untuk dimiliki Indonesia karena semakin banyak data pribadi yang disalahgunakan untuk kepentingan ekonomi dan politik.

"Undang-undang ini bukan hanya penting, tapi sudah maha penting karena di tingkat ASEAN saja hanya Indonesia, Laos dan Kamboja yang belum mempunyai UU tersebut," kata Pakar Komunikasi Politik Prof Dr Tjipta Lesmana, saat Focus Discussion Group (FGD) RUU Perlindungan Data Pribadi di Jakarta, Selasa.

Guru Besar Universitas Pelita Harapan itu menilai, banyak masyarakat yang menjadi objek sasaran penawaran produk komersial melalui telepon seluler atau email, padahal yang bersangkutan tidak pernah memberikan data itu kepada perusahaan itu.

"Omzet operator seluler dari bisnis penawaran produk itu bisa mencapai triliunan rupiah. Masyarakat sudah merasa terganggu tetapi tidak bisa berbuat banyak," katanya.

Hal senada dikatakan Ketua Cyber Law Center Fakultas Hukum UNPAD Dr Sinta Dewi SH LLM, bahwa telah banyak keluhan dari masyarakat dengan praktik pemasaran langsung itu akibat tidak ada perlindungan dari data pribadi.

"UU Perlindungan Data Pribadi akan mewajibkan setiap pengendali data pribadi untuk melindungi data pribadi yang dikelolanya, bahkan pemilik data pribadi bisa meminta penghapusan data yang sudah masuk," katanya.

Ia mengungkapkan, sudah 117 negara yang mempunyai UU PDP, bahkan 10 negara Afrika sudah mempunyai itu. "Ghana salah satu negara di Afrika mempunyai UU itu, padahal koneksi internetnya jauh dibawah kita," katanya.

Sementara pakar hukum informasi, Prof Dr Paulus Widiyanto, menilai pentingnya perlindungan data anak dan sepakat data anak menjadi data yang sifatnya spesifik yang harus dilindungi.

"Sebagian besar anak masih belum tahu risiko menyerahkan data pribadi kepada pihak lain. Jadi seperti di Brazil ada ketentuan penyerahan data pribadi anak harus ada persetujuan dari orang tua atau walinya," katanya.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Niken Widiastuti yang membuka FGD itu, mengatakan, draft rancangan UU PDP itu sudah dibahas sejak tiga tahun lalu dan sudah disosialisasikan di Makassar, Bandung, Jakarta, dan Denpasar.

"Saya berharap draft ini sudah final pada Oktober tahun ini dan masuk dalam Prolegnas tahun 2017," katanya.

Indonesia sudah punya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memunculkan soal data pribadi, tetapi belum memuat aturan perlindungan data pribadi secara khusus.

Pada Draft UU PDP itu diatur berbagai hal seperti kewenangan melakukan perlindungan data pribadi, penyelesaian sengketa dan kewajiban dari pengendali data pribadi.

Sebagian peserta FGD RUU PDP yang hadir berpendapat bahwa kewenangan perlindungan data pribadi akan digabungkan ke Komisi Informasi Publik, dengan catatan dilakukan penguatan komisi itu untuk dapat menjalankan kewenangan tambahan itu.

Di negara lain seperti Jerman dan Inggris, juga ada penggabungan kewenangan sehingga Komisi Informasi di negara itu tidak hanya mengurusi informasi publik tetapi juga mempunyai kewenangan melindungi data pribadi.

Pewarta: Budi Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016