"Jadi, kalau ada orang yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, maka mereka bukan WNI dan silakan keluar dari NKRI," kata Murodi di Jakarta, Kamis.
Wakil Rektor Bidang Kerja sama UIN Syarif Hidayatullah itu menilai Pancasila telah mencakup seluruh sendi kehidupan manusia mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
"Semua sudah tercakup. Jadi apalagi yang mau diganti? Makanya saya mendorong agar generasi muda kembali belajar falsafah Pancasila demi membangun karakter manusia Indonesia yang baik dan bermartabat," ujar dia.
Ia menilai sangat tidak tepat apabila ada pihak yang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi Islam karena Indonesia bukan negara dengan satu agama, meski mayoritas penduduknya beragama Islam.
Di samping itu, nilai-nilai Pancasila pun mencakup nilai-nilai Islam sebagai ajaran yang komprehensif, moderat, serta rahmatan lil alamin.
Ia pun menyoroti adanya kelompok yang mempropagandakan khilafah dan ingin mendirikan negara Islam di Indonesia, baik dengan cara damai maupun kekerasan.
Ia menegaskan bahwa khilafah yang sejatinya mengandung nilai-nilai demokrasi telah berakhir pada abad kedelapan masehi, saat munculnya dinasti Bani Umayah yang mendirikan pemerintahan monarki absolut.
"Khilafah sudah selesai, tidak ada lagi. Bahwa model-modelnya boleh ditiru, karena modelnya yang baik seperti equality (kesamaan), justice (keadilan), dan kebebasan. Itu doktrin agama," jelas Murodi.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ishfah Abidal Aziz mengatakan bahwa prinsip-prinsip hidup berbangsa dan bernegara yaitu dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila harus dihidupkan lagi, terutama di kalangan anak muda.
Ia menilai peran lembaga pendidikan sangat besar dalam membangun generasi Pancasila demi membendung pengaruh paham radikal dan terorisme.
Sayangnya, menurut dia, pelajaran mengenai keanekaragaman budaya nasional Indonesia yang merupakan perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika di sekolah-sekolah sudah banyak berkurang secara drastis. Bahkan, beberapa kali ditemukan konten buku ajar disusupi ajaran radikal dan anti-Pancasila.
"Mari kita lawan propaganda paham radikal dan terorisme mulai dari akar terbawah. Kalau dunia pendidikan kita bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila, Insya Allah kita akan terbebas dari pengaruh paham radikal dan terorisme," katanya.
Wakil Rektor Bidang Kerja sama UIN Syarif Hidayatullah itu menilai Pancasila telah mencakup seluruh sendi kehidupan manusia mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
"Semua sudah tercakup. Jadi apalagi yang mau diganti? Makanya saya mendorong agar generasi muda kembali belajar falsafah Pancasila demi membangun karakter manusia Indonesia yang baik dan bermartabat," ujar dia.
Ia menilai sangat tidak tepat apabila ada pihak yang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi Islam karena Indonesia bukan negara dengan satu agama, meski mayoritas penduduknya beragama Islam.
Di samping itu, nilai-nilai Pancasila pun mencakup nilai-nilai Islam sebagai ajaran yang komprehensif, moderat, serta rahmatan lil alamin.
Ia pun menyoroti adanya kelompok yang mempropagandakan khilafah dan ingin mendirikan negara Islam di Indonesia, baik dengan cara damai maupun kekerasan.
Ia menegaskan bahwa khilafah yang sejatinya mengandung nilai-nilai demokrasi telah berakhir pada abad kedelapan masehi, saat munculnya dinasti Bani Umayah yang mendirikan pemerintahan monarki absolut.
"Khilafah sudah selesai, tidak ada lagi. Bahwa model-modelnya boleh ditiru, karena modelnya yang baik seperti equality (kesamaan), justice (keadilan), dan kebebasan. Itu doktrin agama," jelas Murodi.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Ishfah Abidal Aziz mengatakan bahwa prinsip-prinsip hidup berbangsa dan bernegara yaitu dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila harus dihidupkan lagi, terutama di kalangan anak muda.
Ia menilai peran lembaga pendidikan sangat besar dalam membangun generasi Pancasila demi membendung pengaruh paham radikal dan terorisme.
Sayangnya, menurut dia, pelajaran mengenai keanekaragaman budaya nasional Indonesia yang merupakan perwujudan dari Bhinneka Tunggal Ika di sekolah-sekolah sudah banyak berkurang secara drastis. Bahkan, beberapa kali ditemukan konten buku ajar disusupi ajaran radikal dan anti-Pancasila.
"Mari kita lawan propaganda paham radikal dan terorisme mulai dari akar terbawah. Kalau dunia pendidikan kita bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila, Insya Allah kita akan terbebas dari pengaruh paham radikal dan terorisme," katanya.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016