"Mereka telah melakukan latihan persiapan di halaman Pura Batuyang, Batubulan," kata Tim Pembina tari tersebut I Nyoman Sunarta, di Gianyar, Bali, Senin.
Ia mengatakan, ke-500 penari dan penabuh terlibat dalam kolaborasi untuk memeriahkan kegiatan seni dan budaya yang berlangsung di Kota Gianyar.
Pawai budaya kali ini mengusung tema Karang awak di tengah globalisasi. Sesuai dengan kesepakatan, Desa Batubulan Kangin berkesempatan menggarap fragmentari tentang Karang Awak, di tengah masa kekinian.
Sedangkan duta Kecamatan Ubud mendapat jatah untuk menampilkan parade yang akan diiringi berbagai karya seni budaya, di antaranya mepeed, "arak-arakan", mobil hias, gebogan, bleganjur, gong suling, barisan jegeg bagus, dan jerimpen yang menggambarkan identitas desa setempat.
"Unsur yang ditonjolkan lebih kepada bunga dan buah-buahan setempat," ujar Sunarta.
Ia menjelaskan, "Karang Awak" dalam era modern saat ini dapat diartikan sebagai kekuatan yang terpendam dalam diri seseorang, untuk mencari jati diri sesungguhnya.
Dalam Bhuwana Alit, terdiri atas berbagai molekul kehidupan berupa sarwa prani, hutan, beburon, dan seisi alam semesta. Partikel tersebut akan memberikan energi, yang saling terkait dan memberi kehidupan bagi manusia.
"Karang Awak mengajarkan manusia tentang betapa pentingnya menjaga alam raya," ujar I Nyoman Sunarta.
Fragmentari dari Desa Batubulan Kangin akan menampilkan berbagai tari-tarian yang masih tetap populer di masa kini, yaitu kecak, legong Sang Hyang, barong, rangda, semar pegulingan, dan lainnya.
Ia mengharapkan masyarakat umum yang menyaksikan pertunjukkan dapat menyimak dengan seksama semua jenis garapan seni yang ditampilkan. Sebab, tema pawai sangat menarik tentang ruang lingkup kehidupan.
Manusia mesti sadar betapa indah dan agungnya harmonisasi, yang dimotori maha karya seni budaya yang diwarisi hingga sekarang menjadi adi luhung.
Pewarta: Artayasa dan Gembong Ismadi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016