Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore, bergerak melemah sebesar 48 poin menjadi Rp13.940 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.892 per dolar AS.

Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra, di Jakarta, mengatakan, sentimen eksternal, terutama dari Tiongkok yang belum cukup kondusif menahan mata uang rupiah untuk bergerak di area positif.

"Pelaku pasar masih mencemaskan pertumbuhan kondisi ekonomi di China, salah satu rekan dagang Indonesia, ekspansi sektor jasa China untuk Desember menurun," katanya.

Ia mengemukakan bahwa sektor jasa China bergerak ke level 50.2 untuk Desember 2015, hasil tersebut berada di bawah periode sebelumnya di 51.2 dan estimasi di level 52.3. Kondisi itu, dikhawatirkan berdampak pada permintaan ekspor produk Indonesia.

Ia mengatakan bahwa data lainnya yang perlu diperhatikan oleh investor yakni data cadangan minyak mentah AS, serta hasil pertemuan Komisi Pasar Berbas Federal (FOMC) yang sedianya akan dirilis pada pekan ini.

Sementara itu, Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, mengatakan, pelemahan rupiah masih cenderung terbatas menyusul kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), kebijakan itu dapat memicu konsumsi masyarakat meningkat.

"Perekonomian domestik salah satunya ditopang oleh konsumsi masyarakat, kebijakan pemerintah itu akan menjaga fundamental ekonomi domestik secara jangka panjang sehingga ruang penguatan rupiah masih ada," katanya.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Rabu (6/1) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat menjadi Rp13.863 dibandingkan Selasa (5/12) di posisi Rp13.931 per dolar Amerika Serikat.

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016