Beras impor, buah kita impor, gula, kedelai, bawang, garam impor, daging impor, satu-satu akan kita selesaikan dan saya meyakini dua tahun sampai tiga tahun selesai, ada yang lima tahun selesai dan ada tujuh tahun selesai, tapi peta jalan, road map,
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla genap berusia satu tahun memasuki 20 Oktober 2015 dengan berbagai tantangan dan rintangan di berbagai bidang.
Pada Senin (19/10) Presiden Joko Widodo dalam sebuah sesi wawancara khusus dengan LKBN Antara, Radio Republik Indonesia, dan Televisi Republik Indonesia menjawab sejumlah pertanyaan terkait capaian dalam satu tahun pemerintahan yang dipimpinnya.
Berikut petikan wawancara Presiden yang berlangsung di Serambi Belakang Istana Merdeka Jakarta.
T : Bagaimana capaian menjelang satu tahun pemerintahan ?
Jkw : (Melihat sebuah capaian-red) menjadi sebuah hal yang terpenting, tetapi yang perlu kita ingat misalnya kita mau buat sebuah rumah, kan perlu waktu misalnya, baru menggali fondasi saja kemudian ditanya mana gentengnya, ya tidak jadi-jadi, kan ada waktunya misalkan setelah fondasinya selesai, dindingnya, kerangka baru gentengnya, jangan baru buat fondasi ditanya gentengnya. Kalau satu tahun ini memang kita sekarang ini konsentrasi kepada infrastruktur dan pangan. Ini yang baru kita konsentrasi, jadi pengalihan subsidi BBM kemarin hampir 65 persen-70 persen masuknya ke infrastruktur yang berhubungan dengan nantinya konektivitas antarpulau, antarkota, antarprovinsi yang berhubungan dengan pangan.
T : Bagaimana dengan infrastruktur?
Jkw : Infrastruktur untuk tol Sumatera, yang sudah dimulai dari Lampung nanti dalam tiga tahun sudah sambung dengan Palembang naik ke atas. Kemudian juga yang berkaitan dengan pelabuhan yang kita sudah sering sampaikan seperti tol laut, poros maritim, pelabuhan besar sedang dalam proses. Kuala Tanjung di Sumatera Utara, di Tanjung Priok, di Surabaya kemudian sedang proses kita mulai di Makassar, seperti New Makassar Port ini dalam suatu areal 2.000 hektare dan nanti kita mulai dari Sorong, ada 7.000 hektare terintegrasi antara pelabuhan, pembangkit listrik, kawasan industri. Kemudian yang berkaitan dengan kereta api, bulan depan baru kita mulai untuk Sulawesi, kemudian tahun depan untuk Papua, ini memang kita harus kejar agar ini dimulai, selesainya kapan, sesuai rencana bisa tiga tahun, bisa lima tahun tetapi dimulai, karena ini penting.
T : Bagaimana dengan pangan?
Jkw : Yang berkaitan dengan pangan, pembangunan waduk kita rencanakan 49 waduk, tahun ini 13 waduk plus irigasinya, swasembada pangan dan tentang masalah waduk sudah lebih dari 15 tahun kita tidak pernah membangun waduk, bagaimana kita bisa membayangkan sebuah swasembada, kan tidak mungkin. Sekarang ini fokusnya di pangan pada komoditas pangan yang masih impor, tapi hampir semuanya impor. Beras impor, buah kita impor, gula, kedelai, bawang, garam impor, daging impor, satu-satu akan kita selesaikan dan saya meyakini dua tahun sampai tiga tahun selesai, ada yang lima tahun selesai dan ada tujuh tahun selesai, tapi peta jalan, road map, itu sudah disiapkan.
T : Mengembangan infrastruktur, apa pengaruhnya setelah itu tuntas?
Jkw : Ini di awal-awal ini yang kita mulai, kita harapkan dengan infrastruktur yang baik harga dan biaya transportasi dan logistik bisa menjadi lebih murah dan akhirnya barang harganya bisa lebih murah di masyarakat. Kemudian kalau waduk dan irigasi, saya berikan contoh misalkan di NTT sampai kapan, kalau di sana tidak dibangun waduk, tidak ada air ya mau ditanam apa, kalau ada waduk dan air bisa nanti kita tanami jagung, sorgum, ketela, padi. Saya kira arahnya ke sana.
T : Setelah satu tahun menjalankan pemerintahan, bagaimana menjaga ekspektasi masyarakat yang luar biasa ini?
Jkw : Semuanya perlu proses dan semuanya perlu waktu, jadi kalau masyarakat sekarang ini banyak yang inginnya instan dan cepat ya iya, kita juga inginnya kalau bisa dikerjakan dengan cepat ya ingin sehari. Tapi kalau misalnya ingin membangun waduk sehari atau setahun ya kan tidak mungkin. Ini yang sering harus saya jelaskan kepada masyarakat, kemudian masalah yang terkait dengan popularitas dan kepuasan, saya kira ini hal yang biasa, naik turun.
T : Bapak melihat faktor apa saja yang membuat popularitas pemerintah turun?
Jkw : Saat ini saya kira ada dua hal yang menyebabkan kepuasan itu belum bisa pada posisi yang baik. Pertama pengalihan subsidi BBM, itu ada harganya dan menjadi masyarakat tidak puas dan itu kita hitung tetapi satu bulan setelah dilantik kita alihkan subsidi itu ke hal-hal yang produktif, setiap hari kita bakar Rp300 triliun, kita alihkan ke infrastruktur, waduk dan lainnya, sehingga ruang fiskal lebih baik, tapi ada harga yang harus kita bayar itu kepuasan masyarakat, popularitas jadi turun, saya sudah tidak lagi berbicara masalah popularitasnya tapi bahwa itu mempengAruhi ya. Yang kedua juga perlambatan ekonomi global yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, ini juga berpengaruh, buat saya ini wajar, tapi yang paling penting bagaimana agar kita semuanya bekerja sama dan bersemangat untuk membangun. Memang sekarang ini kita prioritas dan fokus pada dua hal yang tadi sudah disebutkan.
T : Bagaimana Presiden mengelola pemerintahan menghadapi tantangan dua hingga empat tahun mendatang?
Jkw : Rasa optimisme itu selalu harus ada, baik kita dalam tim, kabinet di pemerintahan, juga di masyarakat harus ditumbuhkan rasa optimisme, rasa percaya diri bahwa kita ini bangsa besar, dengan potensi dan kekuatan yang besar hanya manajemen negara ini, sebuah manajemen yang sangat tidak mudah, 17.000 pulau bayangkan. Saya sering berbicara dengan kepala negara yang lain, Indonesia ini 17.000 pulau, 250 juta penduduk dengan beraneka ragam budaya dan beda agama, ras, suku dan lainnya. Saya kira manajemen negara ini tidak seperti yang dibayangkan oleh kepala negara lain, misalnya hanya di satu daratan, inilah yang diperlukan, konektivitas, komunikasi terus menerus dengan masyarakat, saya rasa itu yang ingin kita bangun.
T : Bapak menilai memupuk rasa optimisme sangat penting dalam membangun sebuah negara yang besar?
Jkw : Membangun rasa optimisme, membangun sebuah harapan bahwa ke depan itu lebih baik. Kita ini bisa menjadi tidak percaya diri karena sering saya lihat masih banyak sekali senang saling menjelekkan, saling menghujat, saling melecehkan, saling mencari hal-hal yang tidak baik, ini yang menjadikan rasa pesimisme kita. Harus dicari hal yang produktif termasuk transformasi ekonomi dari konsumsi, yang dulunya bertumpu pada konsumsi kita akan reform, secara fundamental ke produksi. Dari konsumsi ke produksi, dari konsumsi ke investasi, dari konsumsi ke industri, tetapi sekali lagi ke depan memang yang tersulit, kadang juga pahit, tapi kita yakini ke depan pasti lebih baik.
T : Membangun tidak sekadar raganya namun juga jiwa bangsa juga?
J : Itulah yang tersulit, artinya memberikan jiwa dan rasa optimisme itu bukan sesuatu yang mudah dan itu memang harus dibangun kepercayaan diri bahwa kita ini bangsa yang besar dan kita harus bisa menempatkan diri sebagai bangsa yang besar.
T : Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi, bagaimana bapak menilainya?
Jkw : Dalam paket itu ada jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Ada yang untuk dunia usaha, ada yang untuk investasi, dan ada yang untuk masyarakat. Saya kira itu saya lihat memang berbeda-beda, ada juga yang untuk pekerja. Jadi memang berbeda-beda. Tetapi keinginan kita adalah bagaimana dunia usaha digerakkan agar mereka mau menginvestasikan modalnya membangun manufaktur, industri, pabrik akhirnya terbuka lapangan pekerjaan yang sebesar-besarnya. Jangan lupa pemerintah itu tidak bisa membuka lapangan pekerjaan. Berapa sih rekrutmen pegawai negeri setiap tahun? Kecil sekali, apalagi sekarang saya moratorium untuk sementara. Artinya yang bisa membuka lapangan pekerjaan adalah dari dunia usaha, swasta, dan investasi. Maka perlu diciptakan sebuah iklim investasi yang baik. Itu perlu aturan yang sederhana, yang cepat yang dunia usaha ini bisa bergerak lebih lincah karena perubahan global dinamis dan selalu berubah-ubah. Inilah yang sekarang ini kita lakukan dalam paket ekonomi I dan II. Perizinan dipotong misalnya, sekarang untuk ijin investasi misalkan 3 jam, dulu nggak tahu berapa lama. Tiga jam sekarang sudah dapat izinnya, kalau mau bangun pabriknya, detik itu juga diurus, tiga hari dibuat, kawasan bisa dibangun. Izin yang lain menyusul.
T : Bagaimana pemerintah daerah akan berlari sama kencangnya dengan pemerintah pusat?
J : Ini memang kita berbicara pusat, minggu depan saya akan kumpulkan bupati, wali kota, gubernur, agar ini juga satu garis. Pusat lakukan, daerah juga lakukan, pusat lakukan apa dan daerah juga berikan dukungan. Jangan sampai di sini (pusat) sudah tiga jam di daerah masih berbulan-bulan atau bertahun-tahun, ini yang akan kita sinkronkan. Agar semua ada garis yang sama dan semangat yang sama.
T : Bagaimana pemerintah menjaga daya beli masyarakat kelas menengah sekaligus juga menjaga masyarakat dengan ekonomi yang lebih lemah?
Jkw : Memang daya beli sangat penting sekali. Tetapi kita juga tidak perlu pesimis, karena dari tahun lalu ekonomi kita tumbuh lima persen, kemudian semester I turun menjadi 4,7 persen. Saya kira pada semester II akan muncul angka 4,8 - 4,9 persen, saya kira akan naik lagi, ini artinya sudah sampai dasar dan akan didongkrak lagi untuk naik. Oleh sebab itu yang namanya belanja pemerintah harus terus digenjot. Target kita 92-94 persen saya ikuti bisa, insya Allah tidak ada masalah. Di daerah juga mengkhawatirkan, setelah saya cek di atas 90 persen juga bisa. Kalau peredaran uang banyak, dan konsumsi masyarakat kelas menengah juga mau membelanjakan uang untuk membeli barang-barang dan produk dan saya sarankan belilah 100 persen yang produk dalam negeri, ini akan memberikan daya beli dan dorong yang baik bagi masyarakat.
T : Bagaimana dengan masyarakat yang tingkat ekonominya lebih lemah?
Jkw : Untuk yang di desa dan daerah saya kira kita juga meluncurkan banyak hal yang akan mengurangi beban masyarakat, misalkan kartu pintar kita berikan pada anak kita Rp1 juta bagi SMA/SMK, yang SMP Rp750.000, dan SD Rp450.000. Itu juga mengurangi beban masyarakat sehingga daya beli juga bisa meningkat. Kemudian yang kedua dana desa, Rp21 triliun, ini juga besar sekali. Kita sudah perintahkan untuk dipakai untuk padat karya artinya itu semua ada di desa, saat-saat tidak ada musim tanam, saat kemarau atau paceklik bisa bekerja untuk desanya sendiri yang uangnya ditransfer dari pemerintah, ada Rp21 triliun tahun ini dan tahun depan Rp47 triliun, angka yang tidak kecil. Ini juga bisa memperkuat daya beli. Sekali lagi ini adalah tahun pertama, tahun kedua akan kita perbaiki jauh lebih baik. Kita berharap membangun dari desa-membangun dari pinggiran dan membangun perbatasan akan menjadi perhatian. Nanti lihat tahun kedua, di perbatasan NTT dan Timor Leste di Motaain, nanti sudah besar sekali jalannya, Entikong jalannya besar sekali kemudian kantor karantina dan bea cukai dan lainnya harus lebih baik dari tetangga kita.
T : Apa tantangan yang dinilai berat untuk dua hingga empat tahun ke depan?
Jkw : Yang pertama memang situasi ekonomi global yang belum menentu, sulit dihitung dan sulit dikalkulasi. Kemudian yang kedua di kita adalah reformasi birokasi yang di dalamnya ada regulasi, itu tantangan juga yang harus kita hadapi. Yang ketiga memang dalam persaingan kompetisi antara negara dengan negara adalah sumber daya manusia kita yang harus secepatnya kita persiapkan untuk menghadapi persaingan dan kompetisi itu. Begitu di buka masyarakat komunitas ASEAN, arus barang, jasa, dan arus manusia sudah akan sangat dinamis, kesiapan itu yang cepat dilakukan, meski sebenarnya ini harus sudah disiapkan tahun-tahun sebelumnya, karena mepet seperti ini, kita ingin identifikasi produk apa detail ini yang bisa kita jadikan masuk ke negara yang lain. Produk unggulan dan daya kompetisi yang baik, competitiveness, yang bisa kita pakai menyerang masuk ke negara, jangan sampai kita diserbu produk luar tapi kita juga harus serbu produk kita ke negara lain. Kita harus detail lakukan itu, tidak semua barang bisa, tapi kita memiliki banyak barang yang bisa masuk ke negara tetangga kita.
T : Bagaimana mengenai kabut asap?
Jkw : Ini semua negara mengalami kebakaran hutan, di Amerika, di Australia semua mengalami. Kita memang tahun ini lebih parah karena ada kekeringan yang panjang, El Nino. Kemudian yang kedua juga yang terbakar, lahan gambut, bukan hutan biasa. Kalau hutan biasa ada water bombing, disiram oleh pesawat atau helikopter sudah selesai. Tapi lahan gambut berbeda, atasnya padamnya, bawahnya tiga meter masih menganga, jadi asapnya keluar dari situ, kalau kita ke lapangan bagaimana api-api itu tiba-tiba keluar di depan kita. Solusi yang dikerjakan adalah membangun kanal bersekat. Blocking kanal, tapi ini kan perlu waktu, sekali lagi ini bukan hanya 100 hektare, 1000 hektare atau 10.000 hektare, ini menyangkut 1,7 juta hektare yang ada, ini bukan sesuatu yang mudah, kita sudah kerahkan TNI-Polri, sekarang ini sudah 11.000 ditambah 8.000, ada 19.000 tapi sekali lagi ini butuh waktu karena membuat kanal bersekat itu memerlukan waktu dan tenaga.
T : Bagaimana dengan pemerintah daerah
Jkw : Sehari-hari yang mengerti sekitarnya pemerintahan daerah, sebetulnya kalau dari awal ditangani akan berbeda, juga masyarakat saya kira punya peran yang besar. Juga pemerintah kabupaten, provinsi masyarakat di sekitar itu. Karena saat awal-awal api itu muncul sebenarnya mereka yang lebih tahu. Tapi kalau sudah membesar seperti ini yang butuh kerja sama. Ini juga budaya berkebun yang paling cepat dan murah membakar, land clearing memang lebih murah karena biayanya 1/20 kalau dibandingakn dikerjakan dengan traktor dan ditebang. Memang ada juga dari perusahaan, ingin memperluas konsesinya dengan cara yang murah juga, ini yang menjadi masalah. Ya kita terus di lapangan dikerjakan, dan itu memang nantinya tidak dikerjakan oleh pemerintah pusat sendiri. Tapi pemerintah provinsi dan kabupaten juga akan kita berikan beban yang sama dan kemudian juga perusahaan. Korporasi juga harus bertanggung jawab dan mereka juga harus memiliki sarana dan prasarana untuk menghadapi kebakaran hutan, tidak bisa 18 tahun kita terbakar dan memiliki masalah yang sama, tapi sekali lagi ini juga perlu waktu karena bangun kanal tidak bisa sehari dan dua bulan.
T : Bagaimana pandangan Presiden mengenai bela negara?
J : Bela negara itu jangan diartikan kayak yang dulu wajib militer, tidak. Saya kira di negara lain ada National Service (NS), apa yang ingin diperlukan di situ, misalnya apa itu rasa percaya diri, rasa optimisme, masalah kerja keras, masalah kedisiplinan, masalah nasionalisme, masalah patriotisme, itu yang ditumbuhkan di situ. Jadi, jangan sampai misalnya, kayak sepak bola, ini kan harusnya mempersatukan, malah berantem, ini malah kebalik-balik, seperti ini yang harus ikut bela negara. Yang berantem-berantem kayak gitu yang nanti harus ikut bela negara.
Selain untuk menumbuhkan rasa percaya diri, optimisme, gotong royong, nasionalisme, juga ini menyangkut nantinya yang paling penting adalah mengubah pola pikir kita. Jangan sampai ada pesimisme, kemudian kita harus melihat ke depan, tidak dengan rasa pesimis, bela negara arahnya ke sana selain untuk cadangan bila sesuatu yang tidak kita inginkan (terjadi-red).
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015