Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan belum ada tanda-tanda yang mengindikasikan Indonesia dalam krisis finansial, meskipun nilai rupiah terhadap dolar AS cenderung terus melemah.

"Kita lihat kondisi fundamentalnya, saat ini masih aman terkendali dan tidak ada indikasi krisis," katanya di Jakarta, Jumat.

Menkeu menjelaskan, setelah beberapa kali pertemuan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) terlihat kondisi fundamental ekonomi saat ini stabil dan belum terlihat adanya tanda-tanda krisis.

Ia menambahkan, situasinya berbeda ketika terjadi krisis moneter pada 1998, karena fenomena perlemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini juga dialami negara-negera berkembang lain, dan laju inflasi juga masih relatif terkendali hingga akhir tahun.

"Inflasi saat ini terkendali. Ketika rupiah melemah tajam, inflasi luar biasa pada 1998. Waktu 1998, rupiah melemah, pertumbuhan ekonomi juga negatif minus 14 persen. Kalau sekarang pertumbuhan aman meski melambat," ujarnya.

Menkeu kembali menegaskan perlemahan rupiah terjadi akibat penguatan dolar AS karena rencana normalisasi kebijakan moneter The Fed (Bank Sentral AS) yang terus menimbulkan spekulasi dan ketidakpastian perekonomian global.

Namun, ia memastikan bahwa pemerintah dan para investor telah mengantisipasi (price in) apabila suku bunga acuan The Fed benar-benar mengalami kenaikan karena hal tersebut telah menjadi proyeksi berbagai pihak sejak awal.

"Rapat FOMC menunjukkan ekonomi AS makin membaik, itu menimbulkan spekulasi tentang kenaikan tingkat bunga. Ini yang kita sebut dengan price in dari perkiraan kenaikan tingkat bunga. Jadi apabila benar-benar ada kenaikan, memang ada gejolak tapi tidak besar," kata Menkeu.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi bergerak melemah sebesar 45 poin menjadi Rp13.485 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.440 per dolar AS.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015