... bukanlah pengungsi politik tetapi karena ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik...Jakarta (ANTARA News) - Sebagian besar atau lebih dari separuh dari jumlah pengungsi yang telah terdata di Republik Indonesia ternyata merupakan pengungsi berjenis kelamin laki-laki yang lajang atau tidak berkeluarga dan berasal dari Bangladesh.
"Berdasarkan data UNHCR, sebagian besar pengungsi adalah berasal dari Bangladesh dan laki-laki single," kata Deputi Sekretariat Wakil Presiden Bidang Politik, Dewi Fortuna Anwar, di Jakarta, Rabu.
Dia katakan itu setelah Wakil Presiden, Jusuf Kalla, bertemu dengan perwakilan UNHCR, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, pada hari sama.
Dengan demikian, menurut Anwar, lelaki lajang pengungsi dari Bangladesh itu bukanlah pengungsi politik tetapi karena ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bangladesh salah satu negara miskin di dunia.
Pemerintahan Bangladesh, ujar dia, juga telah memastikan warga negara mereka yang menjadi pengungsi di Indonesia akan dipulangkan.
"Solusinya adalah agar Bangladesh memastikan mereka dipulangkan dan tidak kembali lagi," kata Anwar.
Ia memaparkan, dari sekitar 1.500 pengungsi yang telah terdata, lebih dari 700 orang adalah lelaki lajang yang berasal dari Bangladesh.
Namun, lanjutnya, terdapat juga pengungsi seperti etnis Rohingya dari Myanmar bahkan ada anak-anak yang terpisah dari keluarganya sehingga upaya yang ada dikerahkan untuk membantu mereka.
Bagi ASEAN, pengungsi etnis Rohingya ini cukup dilematis karena di mata pemerintah Myanmar, mereka masih dianggap etnis yang "menyeberang" dari Bangladesh, tetangganya di barat daya.
"UNHCR perlu memikirkan dampak yang harus ditanggung karena para pengungsi dari berbagai kebangsaan," katanya dan menambahkan, permasalahan pengungsi adalah persoalan regional yang juga butuh partisipasi UNHCR.
Sementara itu, perwakilan UNHCR, Thomas Vargas, memperkirakan masih terdapat ribuan pengungsi yang butuh untuk diselamatkan.
UNHCR, ujar Thomas Vargas, akan melakukan berbagai hal sebaik mungkin untuk dapat menolong orang-orang tersebut dan memastikan mereka mendapatkan bantuan yang memadai yang diperlukan.
Sebelumnya, PBB, Selasa (19/5), mendesak Indonesia, Malaysia, dan Thailand menggelar penyelamatan bagi pengungsi, yang terkatung-katung di lautan, dan membolehkan mereka mendarat.
Menurut UNHCR, sekitar 4.000 pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh berjuang mempertahankan hidup di perahu dengan cadangan makanan terbatas.
Setengah di antara mereka sudah 40 hari terkatung-katung di laut dengan berdesakan dalam lima kapal di dekat garis pantai Myanmar dan Bangladesh.
"UNHCR perlu memikirkan dampak yang harus ditanggung karena para pengungsi dari berbagai kebangsaan," katanya dan menambahkan, permasalahan pengungsi adalah persoalan regional yang juga butuh partisipasi UNHCR.
Sementara itu, perwakilan UNHCR, Thomas Vargas, memperkirakan masih terdapat ribuan pengungsi yang butuh untuk diselamatkan.
UNHCR, ujar Thomas Vargas, akan melakukan berbagai hal sebaik mungkin untuk dapat menolong orang-orang tersebut dan memastikan mereka mendapatkan bantuan yang memadai yang diperlukan.
Sebelumnya, PBB, Selasa (19/5), mendesak Indonesia, Malaysia, dan Thailand menggelar penyelamatan bagi pengungsi, yang terkatung-katung di lautan, dan membolehkan mereka mendarat.
Menurut UNHCR, sekitar 4.000 pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh berjuang mempertahankan hidup di perahu dengan cadangan makanan terbatas.
Setengah di antara mereka sudah 40 hari terkatung-katung di laut dengan berdesakan dalam lima kapal di dekat garis pantai Myanmar dan Bangladesh.
Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015