Direktur Eksekutif IMI sekaligus inisator, Dr Y Paonganan mengatakan, UAV tersebut didesain agar memudahkan pengoperasian di wilayah perbatasan yang kondisnya relatif sulit jika menggunakan jenis UAV fix wing yang butuh landasan lebih dari 200 meter.
"UAV OS-Wifanusa didesain mampu lepas landas baik di sungai, danau, laut maupun daratan," kata Paonganan dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu.
Ongen biasa disapa menjelaskan, untuk lepas landas di air (sungai, danau dan laut) UAV ini hanya butuh panjang landasan 50 meter untuk lepas landas, sementara di darat hanya butuh 30 meter pada tanah rata untuk bisa lepas landas.
"Ketinggian jelajah minimum 300 meter dan maksimum 5000 meter dengan durasi terbang bisa mencapai 5 jam," katanya.
Doktor lulusan IPB itu menegaskan bahwa sistem UAV tersebut dirancang sendiri oleh tim dari IMI, antara lain memiliki kemampuan kontrol kendali terbang sejauh 100 km untuk ketinggian terbang 300 meter dan semakin tinggi akan semakin jauh jangkauanannya menerima real time video," tegasnya.
UAV juga dilengkapi dengan Mobile Ground Control Station (MGCS) dilengkapi antena helical setinggi 6 meter dan monitor control system untuk memonitor UAV selama penerbangan. "UAV ini juga akan dilengkapi LIDAR system untuk keperluan foto udara dan pemetaan," terangnya.
Desain pesawat ini sampai proses produksi, UAV system, landing gear system dan propeller adalah buatan anak bangsa yang tergabung di Indonesia Maritime Institute (IMI). "Kecuali beberapa komponen elektronik dan mesin yang masih kita import dan direncanakan akan kami buat sendiri," tandas Ongen.
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015