London (ANTARA News) - Penulis Indonesia berbagi pengalaman dengan pecinta buku dalam ajang pameran bergengsi London Book Fair 2015 yang digelar di gedung Olympia, London pada 14-16 April 2015.
Penulis Indonesia, Agustinus Wibowo di London, Minggu mengatakan, berbagi pengalaman bersama Elizabeth Pisani, penulis buku "Indonesia Exploring the Improbable Nation" di London Book Fair merupakan pengalaman berkesan dalam hidupnya.
"Tampil dalam London Book Fair merupakan salah satu percakapan terbaik yang pernah saya tampilkan di talkshow," ujar "travel writer" berusia 34 tahun yang merupakan penulis buku "bestseller" "Selimut Debu, Garis Batas dan Titik Nol".
Indonesia untuk pertama kalinya tampil dalam London Book Fair yang didukung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) dengan menghadirkan lebih dari 15 penerbit Indonesia dalam pameran selama tiga hari ini.
Stan Indonesia selain memperagakan sekitar 200 judul buku juga mengelar "talkshow" yang menampilkan diskusi buku "Lelaki Harimau" karya Eka Kurniawan yang baru diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul "Man Tiger".
Selain itu, peluncuran buku "Sophis TEAcation - An Anthology of Porcelain Teacups Collecting", acara bincang-bincang tentang buku digital/animasi serta kisah perjalanan Indonesia dan ketika orang Indonesia melihat dunia lewat mata mereka seperti yang disampaikan Elizabeth Pisani dan Agustinus Wibowo yang menarik perhatian pengunjung London Book Fair.
"Bincang-bincang yang menarik, peserta tampak antusias dengan topik identitas yang kami sampaikan," ujar pria kelahiran Lumajang, Jawa Timur, putra pertama pasangan Chandra Wibowo dan Widyawati.
"Talkshow" berlangsung menarik dengan banyaknya pertanyaan dari para pecinta buku di London mengenai pengalaman kedua penulis kisah perjalanan yang bertemakan "Indonesian travel writing- when Indonesian see the world through their eyes" dan dipandu Sari Meutia, CEO Mizan Media Utama.
Agustinus Wibowo, lulus dari SMU 2 Lumajang dan melanjutkan kuliah di Jurusan Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu mengakui bahwa baru pertama kali mengikuti diskusi yang digelar di luar negeri yang membahas buku kisah perjalanannya di wilayah perang Afganistan.
Agus, begitu Agustinus Wibowo biasa disapa, hampir tiga tahun melakukan perjalanan tanpa jeda melalui jalur darat melintasi Asia Selatan dan Tengah yang melakukan misi pribadinya keliling Asia, bagian dari cita-citanya keliling dunia.
Perjalanannya dimulai dari Stasiun Kereta Api Beijing, China pada tanggal 31 Juli 2005.
Dari Negeri Tirai Bambu itu ia naik ke atap dunia Tibet, menyeberang ke Nepal, turun ke India, kemudian menembus ke barat, masuk ke Pakistan, Afghanistan, Iran, berputar lagi ke Asia Tengah, diawali Tajikistan, kemudian Kyrgyzstan, Kazakhstan, hingga Uzbekistan, dan Turkmenistan.
Ribuan kilometer yang dilaluinya ia tempuh dengan berbaga macam alat transportasi seperti kereta api, bus, truk, hingga kuda, keledai dan tak ketinggalan jalan kaki.
Agus adalah seorang petualang, pengembara, musafir, seorang "backpaker" sejati.
Bagi banyak orang, aktivitas "travelling" murah sebagai seorang "bakckpaker" adalah hobi.
Bagi Agus menjadi "backpaker" adalah hidupnya, napasnya setiap hari.
Kini Agus yang menetap antara Beijing dan Jakarta tengah diminta melakukan penerjemahan buku tentang Presiden Jakowi yang ditulis penulis China yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
"Saya diminta menerjemahkan buku untuk bisa dibaca oleh Presiden Jakowi," ujar Agus yang mengakui bayarannya cukup besar yang tentunya akan digunakan untuk melanjutkan perjalanannya.
"Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Kita tidak tahu kapan perjalanan hidup kita akan selesai. Begitu pula saya tidak tahu kapan petualangan saya ini akan berakhir. Yang saya tahu, saya masih ingin terus melanjutkan petualangan saya. Masih ada banyak tempat yang ingin saya kunjungi," demikian Agustinus Wibowo.
Sementara itu, ketua delegasi Indonesia ke London Book Fair Dr Ing Ir Agus Maryono mengakui keikutsertaan Indonesia dalam London Book Fair merupakan bagian dari persiapan Indonesia sebagai tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair pada Oktober 2015.
Dikatakannya, keikutsertaan Indonesia di London yang menjadi kiblat buku dunia merupakan bagian dari diplomasi intelektual di Indonesia diharapkan buah pikiran orang Indonesia dapat diakses pembaca di luar negeri khususnya di Inggris.
London Book Fair disebut sebagai olimpiadenya industri buku internasional karena mampu menghadirkan 25 ribu pelaku industri dari 124 negara.
London Book Fair 2015 yang bertema Making World Go Further diadakan di Olympia di kawasan Barat London selama tiga hari dari tanggal 14 hingga 16 April lalu.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Lucya Andam Dewi mengatakan penting Indonesia khususnya bagi penerbit berpartisipasi di Pameran Buku London yang merupakan pameran terbesar kedua di dunia.
"Kami ingin menampilkan kekayaan literatur Indonesia," ujar Pimpinan PT Bumi Aksara.
Diharapkannya, Indonesia bisa ikut dalam London Book Fair di masa datang dan lebih banyak lagi penerbit yang bisa ikut serta juga makin banyak kerjasama dan "literacy" buku Indonesia dengan penerbit asing.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015