Insiden main hakim sendiri paling intensif terjadi di DKI dibanding provinsi lain dan bahkan yang mendominasi kekerasan di DKI,"
Jakarta (ANTARA News) - Kekerasan di DKI Jakarta sepanjang 2014 didominasi insiden main hakim sendiri karena kurangnya kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum, kata Peneliti Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan Sofyan Cholid.
"Insiden main hakim sendiri paling intensif terjadi di DKI dibanding provinsi lain dan bahkan yang mendominasi kekerasan di DKI," kata Sofyan Cholid dalam acara Peluncuran Indeks Intensitas Kekerasan 2015 SNPK The Habibie Center di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan selama 2014, terjadi 303 insiden main hakim sendiri di DKI dan paling banyak terjadi di Jakarta Pusat, yakni 100 insiden. Dari 303 insiden itu, satu orang tewas dan 137 orang mengalami luka-luka.
Konflik main hakim sendiri, ujar dia, sebagian besar dipicu oleh keinginan balas dendam, pencurian, hutang, kecelakaan dan rasa tersinggung.
"Kekerasan biasanya dilakukan untuk membalas dendam atas penghinaan, kecelakaan lalu lintas, menagih hutang, menghukum pelaku yang berzina, seringnya menghukum pelaku kriminal pencurian, pembunuhan, pemerkosaan," kata dia.
Selanjutnya, kekerasan terbanyak yang terjadi di DKI adalah kriminalitas, kemudian kekerasan aparat dan identitas.
Untuk kekerasan aparat, selama 2014, terjadi 257 insiden kekerasan aparat di DKI yang menyebabkan 22 korban jiwa dan 294 korban terluka.
Sementara untuk seluruh Indonesia, indeks intensitas kekerasan DKI menempati peringkat 10 teratas dari 34 provinsi.
Indeks yang memanfaatkan unit analisis kabupaten/kota tersebut digagas The Habibie Center, Bank Dunia dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Data yang digunakan sebagai basis indeks itu, didapat dari pemberitaan beberapa media cetak di tingkat lokal dan nasional.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015