Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah hak pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai faktor, di antaranya harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan biaya harga dasar.
Penetapan harga BBM tidak sepenuhnya berlandaskan pada mekanisme harga pasar yang berubah sewaktu-waktu, demikian disampaikan Kepala Unit Pengendalian Kinerja Kementerian ESDM Widhyawan Prawiraatmadja, dalam diskusi berjudul "Kenaikan Harga BBM dan Dampak Ekonomi Rakyat", di Jakarta, Sabtu.
"Kalau kami benar-benar mengikuti harga pasar, di Papua harga BBM bisa Rp20.000, nah ini kan tidak," ujarnya.
Terkait dengan selisih harga rekomendasi dari Pertamina dan harga yang ditetapkan pemerintah untuk BBM jenis premium, ia mengatakan, untuk mencapai harga keekonomian seperti usul pemerintah, perlu proses yang bertahap agar tidak terjadi gejolak di masyarakat.
"Kalau naiknya langsung Rp8.000 per liter kan selisih dengan harga sebelumnya besar sekali," ujarnya.
Pihak Kementerian ESDM, tuturnya, sedang menyusun strategi agar selisih harga yang ada dapat ditutup kemudian hari jika harga minyak dunia turun.
"Misalnya harganya turun Rp1.000, tapi kita hanya menurunkan Rp500 agar sisanya bisa digunakan untuk menutup selisih sebelumnya," ujarnya.
Per 28 Maret 2015, harga premium penugasan di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300 dari sebelumnya Rp6.800 per liter pada 1 Maret 2015 dan solar bersubsidi dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter.
Sedangkan Pertamina menetapkan harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa, Bali, dan Madura menjadi Rp7.400 dari sebelumnya Rp6.900 per liter.
Kenaikan tersebut dikarenakan peningkatan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah dalam periode sebulan terakhir.
Namun, pemerintah memutuskan besaran kenaikan harga BBM tidak murni sesuai indeks pasar karena memperhatikan juga kestabilan sosial ekonomi, pengelolaan harga, dan logistik.
Sedangkan untuk harga minyak tanah dinyatakan tetap yaitu Rp2.500 per liter.
Sebelumnya, pada 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.
Sementara, harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015.
Untuk harga minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, premium tidak lagi menjadi barang subsidi.
Penetapannya dibagi menjadi dua, yakni oleh pemerintah untuk premium penugasan di luar Jawa-Bali, dan Pertamina untuk premium umum di Jawa-Bali.
Sementara, solar dan minyak tanah tetap barang subsidi yang harganya ditetapkan pemerintah.
Harga solar mendapat subsidi tetap Rp1.000 per liter, sementara minyak tanah diberikan subsidi fluktuatif.
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015