Surabaya (ANTARA News) - Pengumuman Kabinet Kerja Jokowi-JK Minggu petang agaknya membuktikan bahwa Khofifah memang kurang cocok menjadi gubernur.
Apalagi, arek Surabaya kelahiran 19 Mei 1965 itu sudah dua kali mengincar posisi ekskutif dengan bersaing dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008 dan 2013, namun ia harus menelan kekalahan.
Kendati begitu, komitmen alumni Fisip Univerisitas Airlangga, Surabaya, pada dunia politik dan isu-isu perempuan menyeret langkahnya masuk jaringan pemenangan pasangan Joko widodo dan Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014.
Khofifah mulai intensif mendukung pasangan itu saat Jokowi mengunjungi kediaman Khofifah di kawasan Jemursari Surabaya awal Mei 2014.
Saat itu, Jokowi mengajukan permintaan kepada Ketua Umum PP Muslimat NU itu agar bersedia menjadi juru bicaranya. Saat itu, Khofifah menyanggupi.
"Saya bersedia. Saya merasa bisa bersinergi," ujar mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan di era Presiden KH Abdurrahman Wahid itu.
Faktanya, Khofifah bekerja lebih dari sekadar jubir, karena ia banyak berkonsentrasi di lapangan. "Biarlah saya yang melakukan penyapaan pada umat," ujarnya.
Dukungan penuh yang diberikan Kofifah kepada Jokowi bukan tanpa alasan. "Jokowi-JK adalah pasangan ideologis. Ibarat listrik yang langsung tersambung alirannya," jelasnya.
Pasangan itu pun mengingatkannya pada duet maut Barrack Obama dan Joe Biden di Amerika Serikat.
"Di berbagai tempat, bahkan di daerah pelosok, saya merasakan dukungan untuk pasangan itu begitu tulus," ujar Ketua Umum PP Muslimat NU selama tiga periode itu.
Berbuat Lebih
Dalam melakukan berbagai hal, Khofifah mengaku terbiasa berupaya semaksimal mungkin. Tentunya dibarengi dengan strategi. Harus pula ada langkah alternatif.
"Rencana A, B, C dan seterusnya. Ikhtiar harus dilakukan hingga detik terakhir. Batas ikhtiar itu adalah takdir," papar ibu empat anak yang dekat dengan wartawan itu.
Artinya, jika ambang batas atas sesuatu itu pada pukul 11, maka ikhtiar harus dilakukan hingga pukul 11 kurang satu detik.
"Tugas kita berusaha tanpa putus asa hingga detik terakhir. Selanjutnya bukan lagi wilayah kita. Sudah berada dalam kuasa Allah," katanya.
Ikhtiar yang dilakukan lulusan SD Taquma - Surabaya (1972-1978), SMP Khadijah - Surabaya (1978-1981), dan SMA Khadijah - Surabaya (1981-1984) itu pun membuahkan hasil dengan terpilihnya Jokowi-JK menjadi presiden untuk periode 2014-2019.
Akhirnya, pasangan Jokowi-JK pun memberi kepercayaan kepadanya sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK.
Urusan sosial itu bukan hal baru bagi politisi perempuan dari Surabaya itu, karena selama memimpin PP Muslimat NU pun berkecimpung di bidang itu.
Selama menjadi orang nomor satu pada organisasi perempuan di lingkungan NU itu, ia berusaha mengurangi angka kematian ibu melahirkan, membenahi kesejahteraan sosial perempuan dengan mengembangkan korupsi wanita, dan sebagainya.
Kini, Khofifah memiliki peluang untuk berbuat lebih pada bidang sosial secara nasional, karena posisinya memungkinkan dia mengeluarkan kebijakan strategis.
Posisi yang tidak mungkin didapat bila dia hanya menjadi gubernur.
Oleh Edy M. Ya`kub
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014