Jakarta (ANTARA News) - Penegakan hukum merupakan cara paling efektif untuk meningkatkan kesadaran kepada pengusaha untuk mengikut sertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan (jamsostek).
Kepala Kantor Wilayah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) DKI Jakarta, Hardi Yuliwan, di diskusi Pelayanan Terpadu Satu Pintu: Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Universal yang diselenggarakan Social Security Journalist Club (SSJC) di Jakarta, Rabu, mengatakan di Singapura penegakan hukum dilaksanakan dengan tegas.
Hardi menjelaskan negeri pulau yang menjadi jiran Indonesia itu tingkat kepesertaannya di atas 90 persen. "Tetapi, tidak mencapai 100 persen, karena masih ada yang bandel," ujarnya.
Singapura memiliki pengadilan perburuhan, dimana pagawai Central Provident Fund (CPF) memiliki kewenangan menyeret perusahaan ke pengadilan. Sementara Indonesia, pegawai badan penyelenggara jaminan sosial hanya memiliki kewenangan investigasi.
Dengan kewenangan tersebut, kepesertaan BP Jamsostek di wilayah DKI sekitar 50 persen. "Kami sudah melakukan sosialisasi, edukasi, somasi dan meminta Kejaksaan sebagai pengacara negara untuk menegur perusahaan nakal," kata Hardi.
Jika, perusahaan masih juga mengabaikan upaya tersebut, maka BP Jamsostek bekerja sama dengan Sudin Ketenagakerjaan akan menyeret pengusaha nakal ke pengadilan.
"Kami sudah mendapat komitmen dari Sudin Ketenagakerjaan Jakbar," ucap Hardi. Kepala Sudin Ketenagakerjaan Jaktim, Chrisnawati Sulistyaningrum yang juga hadir sebagai pembicara di diskusi tersebut juga menyatakan bersedia melaksanakan penegakan hukum.
Saat ini, sekitar 3,6 juta pekerja yang menjadi peserta jamsostek di Kanwil DKI, 1,5 juta lainnya belum terdaftar.
Di Jakarta Selatan, BP Jamsostek bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri mengundang 400 perusahaan yang diduga melaporkan sebagian upah dan sebagian tenaga kerjanya ke BP Jamsostek. "Setelah pertemuan, sebagian besar perusahaan mendaftarkan sisa tenaga kerja yang selama ini belum didaftar dan melaporkan upah pekerjanya dengan benar," ujar Hardi.
Dia mengingatkan, menjadi peserta jamsostek bukan sekadar hak pekerja tetapi pemenuhan hak asasi manusia yang diatur dalam konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa. (*)
Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014