Kita mengedepankan semangat bahwa tidak mungkin kita maju tanpa kita melakukan subsidisasi di sektor pertanian,"

Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan mengupayakan peningkatan penentuan subsidi pertanian hingga 15 persen bagi negara berkembang dan miskin dalam Konferensi Tingkat Menteri Negara-Negara Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) IX yang berlangsung pada 3-6 Desember 2013.

"Kita mengedepankan semangat bahwa tidak mungkin kita maju tanpa kita melakukan subsidisasi di sektor pertanian," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan seusai rapat koordinasi membahas persiapan penyelenggaraan WTO di Jakarta, Selasa.

Gita menjelaskan upaya peningkatan subsidi pertanian harus dilakukan karena negara-negara maju seperti membatasi persentase subsidi pertanian negara berkembang dan miskin dengan angka subsidi yang relatif kecil yaitu 5-10 persen.

Untuk itu, sebagai ketua G33, Indonesia akan mengubah sistem ini dalam forum WTO yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, ini termasuk merundingkan mekanisme harga komoditas pertanian yang saat ini masih mengacu dari hasil Putaran Uruguay pada 1986 silam.

"Kapasitas negara berkembang untuk melakukan subsidi terhadap produk pertanian dengan ukuran lebih besar tidak dibatasi persentasenya hingga 15 persen dari output nasional. Mekanismenya juga harus diubah dan penggunaan harganya tidak dari tahun 1986, tapi dari harga tiga tahun terakhir. Solusi ini berlaku internal sampai solusi secara permanen didapatkan," katanya.

Menurut Gita, sebagai tuan rumah, Indonesia harus mampu menjadi jembatan antara negara maju dengan negara berkembang dan miskin serta mendorong daya saing kualitas ekspor produk pertanian dari negara-negara yang selama ini kurang diunggulkan.

"Kita selalu menjembatani negara berkembang dengan negara miskin serta negara maju. Kita juga ingin menyampaikan agar jangan sampai hanya negara maju yang bisa melakukan subsidi, karena negara berkembang dan miskin harus bisa bersaing dalam konteks produk pertanian," katanya.

Menteri Pertanian Suswono menambahkan pemberian subsidi pertanian yang lebih tinggi di negara berkembang dan miskin harus diberikan untuk mengatasi masalah ketahanan pangan, apalagi jumlah penduduk di negara-negara tersebut makin meningkat setiap tahunnya.

"Contohnya India penduduknya lebih dari satu miliar, masyarakatnya butuh pangan seperti gandum dan sudah sewajarnya ada stok pangan yang kuat. Kita pun stok Bulog masih kecil dan sudah selayaknya ditingkatkan," katanya.

Menurut Suswono, sudah selayaknya negara berkembang dan miskin menambah subsidi untuk meningkatkan kualitas produk pertanian, karena saat ini banyak petani miskin yang membutuhkan insentif sebagai upaya mendorong daya saing produk lokal dengan produk serupa dari negara lain. (S034/S025)

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013