Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Dahlan Iskan meyakini Indonesia bisa memproduksi telepon seluler sekelas Samsung asalkan Pemerintah mampu membuat kebijakan perpajakan yang berpihak kepada industri dalam negeri.
"Sangat bisa bersaing. Kita punya PT Inti (Persero) yang sudah mampu memproduksi sendiri ponsel pintar, tapi selama ini sulit dikembangkan karena soal perpajakan," kata Dahlan, usai membuka seminar international bertajuk "How Much is Your Brand Worth?", di Jakarta, Selasa.
Menurut Dahlan, selama ini salah satu masalah yang dihadapi perusahaan dalam negeri adalah perpajakan.
"Pengenaan pajak bagi industri seringkali malah mempersulit perusahaan untuk bertahan apalagi mengembangkan usaha. Kita prihatin bahwa beberapa bidang industri terkendala pajak," ujarnya.
Ia mencontohkan, pemerintah sedang mewacanakan pengenaan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terhadap ponsel pintar, dengan alasan hampir 70 juta smartphone illegal beredar di Tanah Air.
Menurut mantan Direktur Utama PT PLN ini, maraknya impor ponsel illegal tingginya permintaan dalam negeri.
Bagi pengusaha lebih efisien melakukan impor mulai dari perangkat ponsel hingga bungkusnya, ketimbang memproduksi sendiri di dalam negeri karena tidak bisa bersaing akibat tidak efisien lagi jika dikenai pajak.
Tidak hanya terhadap industri teknologi informasi, tambah Dahlan, hampir semua industri seperti perusahaan permesinan PT Boma Bisma Indra (Persero) juga tekendala soal pajak impor.
"Akibatnya, impor produk yang tidak terkontrol terutama pada barang-barang dalam ukuran kecil seperti ponsel memicu tingginya barang selundupan yang masuk ke dalam negeri," ujar Dahlan.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengusulkan agar wacana pemberlakuan PPnBM kepada produk ponsel pintar (smartphone) dikaji ulang.
PPnBM untuk produk smartphone dinilai Gita, justru akan memicu lonjakan produk ilegal atau selundupan di pasar dalam negeri.
Untuk menahan laju importasi telepon seluler tersebut, Gita mengusulkan opsi lain yaitu menggunakan pendekatan IMEI (International Mobile Equipment Identity).
Berdasarkan laporan operator seluler, pendekatan IMEI butuh waktu karena tidak bisa serta-merta jaringan komunikasi ponsel illegal tersebut langsung diputus seketika.
"Masyarakat banyak yang punya ponsel lebih dari dua unit. Kalau tiba-tiba koneksinya diputus hanya karena diketahui menggunakan ponsel selundupan bisa terkaget-kaget. Jadi butuh semacam transisi dari sudut IMEI," ujarnya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013