Jakarta (ANTARA News) - Kasus gugatan atas privatisasi PT Indosat Tbk yang belum terselesaikan di Mahkamah Agung berpotensi dibawa ke lembaga arbitrase internasional. "Lambannya gugatan kasus divestasi itu, memunculkan wacana untuk membawanya ke arbitrase," kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Marwan Batubara, di Jakarta, Rabu. Menurut Marwan, usulan ini perlu dukungan pemerintah sehingga penyelesaian pelanggaran hukum atas privatisasi saham tersebut dapat diselesaikan. Usulan agar masalah ini dibawa ke arbitrase internasional mendapat dukungan dari Dewan Ketua Dewan Pengurus Pengurus Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Priyatna Abdurrasyid. Sebelumnya Priyatna mengatakan, hukum internasional melalui arbitrase paling rasional untuk menyelesaikan kasus ini. Sejak awal, sambungnya, proses privatisasi Indosat sudah cacat hukum sehingga menimbulkan problema yuridis dan gejolak sosial ekonomi, ditandai dengan dorongan sejumlah kalangan untuk menggugat pemerintah (Meneg BUMN), Singapore Technologies Telemedia (STT) serta perusahaan khusus Indonesian Communication Limited (ICL). Marwan menjelaskan, gugatan "class action" (perwakilan kelompok) sudah diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 April 2003, dengan register perkara no 178/PDT.G/2003/PN.JKT.PST. Materi gugatan yang ditandatangani 133 orang itu, secara garis besar menyatakan terjadi tujuh jenis pelanggaran, yaitu pelanggaran Pasal 33 UUD 45, Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang GBHN, UU No 1 Tahun 1967 tentang PMA, UU No 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Selain itu, prosesnya juga melanggar UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan UU No 5 Tahun 1979 tentang larangan praktik monopoli. Namun, gugatan itu ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta. Pengamat ekonomi Dradjad Wibowo mengatakan, beralihnya saham Indosat ke STT hingga mencapai sekitar 42 persen di masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri merupakan kecelakaan. "Pada Oktober 2005, masa "lockup" saham Indosat sudah habis, artinya saham tersebut sudah bisa dijual STT ke pihak lain. Masalahnya, mau nggak mereka melepasnya," kata Dradjad, yang juga anggota DPR Komisi XI. Ia menjelaskan, sejak masuk ke Indosat, STT tidak terlalu banyak memberikan kontribusi kepada perusahaan, dan cenderung hanya mendapatkan dividen yang memang relatif besar. "Indosat belakangan justru menerbitkan surat utang, dan bahkan meminta kredit kepada Bank BNI untuk pengembangan usaha. Ini artinya, STT yang tadinya disebut membawa dana ke Indosat tidak terbukti," kata Drajad.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006