Jakarta (ANTARA News ) - Pengamat ekonomi Anggito Abimanyu diundang PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ke kantor pusatnya di Bandung untuk melihat sendiri kemampuan BUMN ini dalam membuat converter kit untuk bahan bakar gas mobil.

"Kami mengundang Pak Anggito ke Bandung. Nanti dia akan melihat sendiri kemampuan kami dalam teknologi pembuatan converter kit," kata Asisten Direktur Utama Bidang Sistem Manajemen Mutu Perusahaan PTDI, Sonny Saleh Ibrahim, yang dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

Sonny dimintai komentarnya sehubungan dengan pernyataan pengamat ekonomi Anggito Abimanyu yang meragukan kompetensi PTDI dalam pembuatan alat pengubah konsumsi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas (BBG) atau converter kit itu.

Mengenai keraguan Anggito itu, Sonny menyatakannya sebagai hal wajar mengingat publik mengetahui kompetensi utama PT DI ialah bidang industri pesawat udara. Namun, sebuah pesawat terbang itu memiliki pula komponen-komponen canggih lain, termasuk perangkat pemampat udara/gas.

Sonny menambahkan untuk proyek converter kit ini Pemerintah membentuk konsorsium 16 perusahaan, delapan di antaranya BUMN, termasuk PTDI sebagai pimpinan proyek (leading company). Delapan perusahaan lainnya swasta.

Jauh sebelum adanya kebijakan proyek converter kit, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah meminta PT DI membuat 500 prototipe converter kit yang hasilnya dinilai sangat memuaskan.

Salah satu tabung sudah dipasang dan digunakan pada mobil dinas Wakil Menteri ESDM, sekaligus sebagai produk demo. Tugas utama PT DI adalah sebagai integrator desain dan integrator produksi, sehingga akan bertanggung jawab terhadap sistem jaminan mutu.

Sebelumnya, dalam konferensi pers Freedom Institute mengenai Evaluasi Subsidi dan Kebijakan Pengurangan Subsidi BBM 1 April 2012 di Wisma Proklamasi Jakarta pada tanggal 13 Januari 2012, Anggito Abimanyu meragukan kemampuan PT DI dalam membuat converter kit.

"Kesanggupan PT Dirgantara Indonesia untuk menyediakan seluruh kebutuhan converter kit perlu dikonfirmasi ulang. Jangan-jangan converter kit itu barang importasi yang hanya dikemas ulang," kata Anggito yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi UGM itu.

Ia menegaskan bahwa pengembangan BBG tidak bisa dilakukan secara instan, apalagi dengan memaksakan pengadaan sarana pendukungnya kepada BUMN yang tidak memiliki kompetensi di bidang itu.

Sebelumnya, Direktur Aerostructure PT DI, Andi Alisjahbana, menyatakan pihaknya sanggup memproduksi converter kit dalam jumlah besar secara bertahap, karena pembuatannya tidak terlalu sulit. Penegasan itu disampaikan saat rapat sinergi PT DI dengan sejumlah BUMN untuk pengadaan sejuta tanki konversi BBM (LGV) di Bandung 10 Januari lalu.

Menurut Andi, produksi tabung BBG sekaligus dengan converter kit tersebut tidak sulit karena PT DI memiliki fasilitas dan kemampuan teknis serta sumber daya manusianya. "Akan tetapi, yang penting dalam produksi converter kit ini adalah pada standar kualifikasinya sehingga terjamin keamanannya," katanya.

Andi menambahkan, standar tabung yang akan diproduksi harus memiliki kualifikasi tekanan gas hingga lebih dari 200 bar atau beberapa kali lipat dari tangki elpiji biasa. Namun, dia tidak memerinci lebih lanjut berapa jumlah converter kit yang akan diproduksi di PT DI.

Pada kesempatan itu Menteri BUMN Dahlan Iskan mengumpulkan direksi beberapa BUMN di antaranya Direksi PT Barata Indonesia, PT Boma Bisma Indra, PT Dok Perkapalan Surabaya, PT INTI, PT Krakatau Steel, PT PINDAD, dan PT INKA. Dahlan menyatakan dukungannya kepada perusahaan-perusahaan milik negara itu untuk memproduksi converter kit.

(E-004)

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2012