Srinagar, India (ANTARA News) - Pemerintah Kashmir India mengumumkan amnesti bagi lebih dari 1.000 pemuda yang dituduh menyerang pasukan keamanan selama protes pro-kemerdekaan tahun lalu yang menewaskan lebih dari 100 warga sipil.
Musim panas lalu Kashmir dilanda bentrokan selama beberapa bulan antara demonstran pelempar batu dan polisi serta pasukan paramiliter, yang menggunakan peluru amunisi untuk berusaha mengendalikan pawai besar-besaran menentang kekuasaan New Delhi di wilayah itu, lapor AFP.
Sekitar 110 pemrotes tewas dalam kekerasan itu, sebagian besar pemuda yang terkena tembakan pasukan keamanan.
Kekerasan itu merupakan salah satu kerusuhan sipil terburuk di Kashmir selama pemberontakan 20 tahun menentang kekuasaan India.
Pemerintah akan membatalkan kasus-kasus terhadap para pemuda itu untuk memberi mereka "kesempatan menjadi orang yang bertanggung jawab dan menjalani kehidupan normal", kata Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah dalam sebuah pernyataan pada Minggu larut malam.
Abdullah mengatakan, amnesti itu "akan menghilangkan aib pada sikap dan tingkah-laku para pemuda ini karena terlibat dalam pelemparan batu" dan hal itu akan memberi mereka peluang untuk memperoleh pekerjaan.
"Amnesti itu akan diberikan kepada mereka sebagai peluang satu kali", katanya, dengan menambahkan bahwa sekitar 1.200 bisa memanfaatkan program tersebut, yang diumumkan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang menandai berakhir bulan suci Ramadhan.
Abdullah mendesak mereka yang menghindari penangkapan dan kini bersembunyi untuk segera melapor ke polisi untuk mendaftarkan diri bagi amnesti tersebut.
Namun, ia menambahkan, pemrotes yang dituduh membakar kendaraan dan kantor pemerintah selama protes itu tetap akan diproses secara hukum.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.
New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.
New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.
India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.
Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.
India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011