Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia harus protes kepada kedutaan besar negara sahabat yang membiarkan para diplomatnya menggalang kekuatan di dalam negeri untuk mendukung figur tertentu sebagai calon presiden Indonesia 2014.

"Bukan hanya tidak etis, tetapi tindakan itu harus dilihat sebagai modus intervensi asing terhadap kedaulatan bangsa dan negara," kata Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, Jakarta, Minggu.

Ia menyebutkan, faktanya tersebut diungkap oleh para purnawirawan TNI AD yang didatangi para diplomat asing dan meminta mereka mendukung Sri Mulyani dalam pemilihan presiden 2014.

"Ini masalah serius, dan saya minta pemerintah tidak menyederhanakan persoalan ini. Saya menghormati hak Sri Mulyani untuk maju sebagai Capres. Saya juga mengapresiasi program dan berbagai persiapan yang dilakukan para simpatisannya. Namun,  persoalannya menjadi lain kalau kekuatan asing itu ingin menjadikan Sri Mulyani sebagai boneka yang memimpin Indonesia," kata anggota Komisi III DPR RI itu.

Kalau gerakan para diplomat asing itu tidak diprotes, kata dia, sama artinya kita setuju negara dan bangsa ini digadaikan kepada pihak asing.

"Menurut saya, mereka bukan sekadar mendukung, tetapi sudah ikut-ikutan menggalang kekuatan untuk Sri Mulyani. Sudah barang tentu kekuatan asing itu tidak akan kerja gratis. Pada waktunya nanti, mereka akan menuntut kompensasi. Mereka akan minta konsesi bisnis yang nilainya mencapai ribuan kali lipat, dibandingkan puluhan juta dolar yang dikeluarkan untuk penggalangan massa pendukung Sri Mulyani," ujarnya.

Agar gerakan diplomat asing menggalang dukungan itu tidak berlanjut, pemerintah harus mengajukan protes.

"Pemerintah bisa mendapatkan identitas para diplomat itu dengan meminta keterangan dari para purnawirawan TNI yang menerima mereka," kata Bambang.

Menurut Bambang Soesatyo, sebelum memutuskan untuk menjadi Capres 2014, Sri Mulyani sebaiknya menyelesaikan kewajibannya yang belum dituntaskan.(*)
(zul)

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011