Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai menyusun "peta jalan" teknologi nano, khusus untuk produk farmasi dan kesehatan, karena semakin pentingnya teknologi nano dalam meningkatkan kemandirian bangsa.
"Roadmap' akan selesai disusun dalam beberapa bulan dan tahap aplikasi dan 'upscalling'-nya akan tuntas dalam 2-3 tahun ke depan," kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agro dan Bioindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Dr Listyani Wijayanti di Jakarta, Minggu.
Teknologi nano, urai Listyani Wijayanti, merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berkembang sangat pesat di dunia dalam 10 tahun terakhir dan karena itu tidak mungkin lagi jika Indonesia mengabaikan riset-riset mengenai nanoteknologi.
Sambil menyusun roadmap, lanjut Listyani, BPPT juga sudah meriset mengenai nanoherbal dari tanaman obat, antara lain tanaman tradisional Indonesia, sambiloto, yang juga terkait dalam program saintifikasi jamu.
"Dengan teknologi nano, produk herbal tidak menghasilkan ampas, lebih stabil dan efektif dalam mengobati, karena dengan ukuran partikelnya yang berukuran nano (berdiameter antara satu-100 nanometer -red) penyerapan jauh lebih baik," katanya.
Saat ini, BPPT juga sedang bekerja sama dengan industri kosmetik dalam meriset tanaman herbal seperti pegagan untuk anti-acne dan bahan khitosan untuk anti-aging dengan teknologi nano.
"Kosmetik anti-aging dan anti-acne memiliki pasar yang luar biasa besar. Sayangnya pasar untuk teknologi nano belum digarap oleh industri nasional kita dan terpaksa diisi teknologi impor dan hasil riset dari luar," katanya.
Pihak industri, ujarnya, menginginkan adanya informasi dan basis data(data base) tentang hasil riset dan produk-produk teknologi nano dari institusi riset dalam negeri yang bisa diaplikasikan secara cepat.
Pada "focus group discussion" tentang nanoteknologi di bidang farmasi di Puspiptek, Tangerang, Selasa, ahli teknologi nano dari ITB, Dr Heni Rachmawati menyatakan, suatu ukuran partikel nano akan meningkatkan sifat kelarutan obat, transportasi dan pelepasan senyawa aktif yang terkontrol serta memperbaiki stabilitas obat yang bersangkutan.
"Pada gilirannya, pemanfatan teknologi nano dalam produk farmasi dapat menekan biaya dan efek toksik suatu obat pada dosis terapinya," katanya.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011