Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa dan Menlu Australia Kevin Rudd dalam konferensi pers setelah pertemuan keduanya di Jakarta, Jumat, menyerukan pihak-pihak terkait untuk mencegah situasi di Laut China Selatan memburuk.

"Tadi kami dengan Menlu Kevin Rudd mencatat bahwa dalam beberapa minggu terakhir ini terlihat bahwa adanya peningkatan ketegangan di Laut China Selatan dan diperlukan usaha-usaha untuk mencipatakan kondisi yang menstabilkan situasi di kawasan itu misalnya dengan melakukan perundingan memanfaatkan forum-forum seperti KTT Asia Timur atau Forum Regional ASEAN yang akan diselenggarakan di Bali tanggal 16-23 Juli mendatang," kata Menlu.

Beberapa negara anggota ASEAN, yakni Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia ditambah China mempersengketakan wilayah Laut China Selatan, termasuk gugus Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel yang kaya kandungan migasnya itu. Walau Indonesia bukan bagian dari negara yang berkonflik, perannya sebagai penengah dalam masalah di Laut China Selatan didasari semangat untuk menciptakan perdamaian di kawasan ASEAN.

Marty mengatakan saat ini Indonesia sedang mengupayakan untuk menuntaskan pembahasan tentang panduan dari Declaration of Conduct (DOC) Laut China Selatan yang ditetapkan sejak sepuluh tahun lalu. Panduan ini akan mengatur perilaku negara-negara ASEAN dan China di kawasan sengketa misalnya terkait aturan zona bebas pelayaran dan penerbangan.

"Dengan implementasi panduan-panduan tersebut, akan tercipta rasa saling percaya antara negara-negara yang berkepentingan terhadap kawasan Laut China Selatan," kata Marty.

Sementara itu, Menlu Kevin Rudd mengatakan isu keamanan di Laut China Selatan sangat penting dan karenanya semua pihak bisa bekerjasama mewujudkan situasi yang kondusif di kawasan tersebut.

Sebelumnya Kantor Berita AFP melaporkan ketegangan di Laut China Selatan yang strategis dan kaya sumber alam itu meningkat dalam pekan-pekan belakangan ini, dengan Filipina dan Vietnam menyatakan kecemasan mereka atas apa yang mereka sebut aksi militer China yang meningkat di sana.

Itu termasuk tuduhan-tuduhan pasukan China menembaki para nelayan Filipina, mengawasi kapal eksplorasi minyak yang dioperasikan satu perusahaan Filipina, dan mendirikan bangunan-bangunan di daerah-daerah yang diklaim Filipina. Vietnam juga menyatakan kemarahannya setelah satu kapal China Mei lalu memutuskan kabel-kabel satu kapal survai Vietnam.(*)
(T.A051/H-KWR)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011