Kejanggalan itu termasuk pelanggaran dari kaidah-kaidah pertambangan yang ada, kata Gubernur Nur Alam kepada wartawan di Kendari, Senin.
"Kami temukan dalam investigasi (5/6), bahwa lahan PT Antam yang disewakan kepada pemilik PT Sumber Setia Budi hanya untuk menyimpan `stokfiled ore` nikel yang diduga berasal dari kawasan hutan konversi itu ternyata pihak perusahaan tidak pernah memberikan izin," katanya.
Ia mengatakan, banyak perusahaan tambang yang ada di Kolaka hingga kini belum jelas melakukan kewajiban pembayaran kepada negara dan laporan masyarakat serta identifikasi dari provinsi banyak perusahan yang belum membayarkan kewajibannya.
"Hasil identifikasi bersama muspida itu, kami juga menemukan banyaknya perusahaan yang belum membayar kewajibannya kepada negara," ungkap Nur Alam yang juga Ketua DPW PAN Sultra itu.
Nur Alam juga menduga tanah ore yang diangkut oleh beberapa perusahaan tambang itu berasal dari kawasan hutan yang hingga kini belum ada izin pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan.
"Kalau ini terjadi berarti ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh perusahan tambang, yang pertama melakukan penambangan di atas kawasan milik PT Antam dan yang kedua kalau memang kawasan itu berada di dalam kawasan hutan maka itu melanggar Undang-Undanh Kehutanan," terangnya.
Selain menyoroti mekanisme pertambangan yang dinilai amburadul, Gubernur Sultra menyayangkan pihak perusahaan yang merasa tidak peduli dengan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat penambangan itu.
Untuk itu, ia mengharapkan, hasil dari investigasi ini akan dijadikan bahan evaluasi bagi semua instansi terkait untuk melihat sampai sejauh mana sebenarnya prosedur pertambangan yang baik.
"Begitu juga dengan pihak kepolisian, kejaksaan serta instansi hukum lainnya akan membicarakan hasil investigasi ini," kata Nur Alam, yang didampingi Danrem 143 Haluole Kol Infantri Taufik Hidayart serta beberapa pejabat Eselon II Pemprov dan Pemkab Kolaka. (A056/F002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011