Yogyakarta (ANTARA News) - Kekuasaan yang besar tanpa kontrol merupakan sumber utama penyebab korupsi, karena di dalamnya terjadi kewenangan yang terpusat dan tidak ada keterbukaan terhadap publik, kata staf khusus presiden bidang hukum Denny Indrayana.
"Korupsi disebabkan oleh kewenangan yang absolut dan monopolistik," katanya pada diskusi "Korupsi dan Problem Transisi Demokrasi" di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu.
Menurut dia, bentuk pemerintahan yang absolut cenderung akan memperbesar tingkat korupsi di tingkat pusat, sedangkan bentuk pemerintahan yang desentralisasi menyebabkan tingkat korupsi menyebar.
Namun, saat ini Indonesia telah memiliki regulasi aturan mengenai tindak pidana korupsi yang lebih baik. Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi telah mengalami amendemen dua kali dan saat ini juga akan disesuaikan lagi.
"Belum lagi UU lain yang menopang UU tersebut, seperti UU Komisi Yudisial, UU Mahkamah Konstitusi, dan UU Keterbukaan Informasi Publik," katanya.
Selain itu, dukungan beberapa elemen juga mendorong adanya keterbukaan informasi, yakni media atau pers. Pers membantu mendorong adanya keterbukaan informasi publik, sedangkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak terjadi korupsi.
Ia mengatakan, problem korupsi saat ini yang paling utama yakni korupsi politik dan korupsi hukum. Korupsi politik biasanya muncul pada saat pilkada, sedangkan korupsi di bidang hukum terjadi pada praktik mafia hukum.
Mafia hukum, menurut dia, pada hakikatnya merupakan penyimpangan yang dilakukan konspiratif oleh para aparat penegak hukum.
"Oleh karena itu, perlu dibentuk pemerintahan solid antikorupsi yang mampu memberantas praktik mafia hukum," katanya.(*)
(L.B015*H010/H008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011