Mereka dengan koordinator Umar Khusaeni menggunakan kain batik dan sarung, melumuri seluruh tubuh dengan tanah dan memasang dedaunan di pinggang, kepala, dan tangannya saat performa tersebut.
Para wisatawan baik nusantara maupun mancanegara sebelum naik ke Candi Borobudur, terlihat singgah sejenak untuk menonton performa tersebut.
Performa selama sekitar satu jam itu mereka lakukan di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB), sebelah timur candi Buddha terbesar di dunia yang dibangun sekitar abad ke-8 masa Dinasti Syailendra.
Sejumlah seniman itu berjalan dari lokasi atraksi naik gajah di TWCB menuju jalan naik tangga timur Candi Borobudur sambil menabuh gong dan "jimbe".
Umar mengatakan, performa itu menggambarkan beberapa relief Candi Borobudur antara lain berbagai posisi patung Sang Buddha Gautama dan pepohonan.
"Kami ingin menyampaikan pesan melalui performa ini bahwa tanah di Candi Borobudur cukup subur, berbagai jenis, dan lingkungannya harus terus dilestarikan," katanya.
Selain itu, katanya, kegiatan tersebut untuk memeriahkan rangkaian Tri Suci Waisak 2011 oleh umat Buddha yang dipusatkan di Candi Borobudur.
Puncak Waisak di tempat itu jatuh pada Selasa (17/5) ditandai dengan meditasi dan puja bakti detik-detik Waisak pada pukul 18.08 WIB oleh umat Buddha bersama para biksu.
Performa itu, katanya, juga mewujudkan kebanggaan terutama masyarakat setempat atas Candi Borobudur yang juga warisan peradaban dunia tersebut.
"Betapa Candi Borobudur patut menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia dan internasional, apalagi kami yang tinggal di sekitar candi ini. Bertepatan dengan Waisak tahun ini kami mewujudkan kebanggaan ini melalui performa seni," katanya.(*)
(L.M029*H018/Z003)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011