"Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dasarnya sudah sangat jelas dan kuat, sehingga saya heran dan bertanya mengapa para pemimpin masih saja menghalang-halanginya. Jika mereka tahu sejarah, maka ini tidak akan terjadi, dan ini karena para pemimpin bangsa telah melupakan Pancasila dan UUD 1945," kata Tyasno dalam orasi budaya memperingati ulang tahun penerbit Galangpress Yogyakarta, Kamis malam.
Menurut dia, saat ini Pancasila telah ditinggalkan, sehingga apa yang mereka lakukan bukan lagi mencerminkan demokrasi Pancasila, namun lebih ke demokrasi liberal.
"Apalagi UUD 1945 telah beberapa kali diamandemen, sehingga nilai-nilai perjuangan para pendiri bangsa ini sudah mulai hilang, seperti musyawarah mufakat diganti dengan voting, termasuk juga pasal 18 yang mengatur keistimewaan Yogyakarta juga telah diubah, dan ditambah-tambah dengan berbagai aturan yang justru membingungkan," katanya.
Ia mengatakan mengacu pada sejarah, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak akan bisa dipisahkan dari keistimewaan Yogyakarta.
"Hanya pemimpin yang tidak tahu sejarah yang masih mempermasalahkan keistimewaan Yogyakarta ini," katanya.
Tyasno mengatakan sejumlah permasalahan yang terjadi di negeri ini juga tidak bisa dilepaskan dari sikap para pemimpin yang telah meninggalkan Pancasila dan UUD 1945, karena mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
"Selama ini permasalahan negeri ini selalu dicoba untuk diurai, dan permasalahan muncul akibat `hilir` kotor. Tetapi setelah `hilir` dibersihkan, kotoran ternyata datang lagi. Ini berarti kotoran berasal dari `hulu`," katanya.
Mantan Kepala Staf TNI AD ini mengatakan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat Indonesia, pemimpin yang meninggalkan Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh lagi memimpin negara ini.
"Selain itu, pemimpin juga harus jujur dan ikhlas dalam memimpin bangsa ini, dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara utuh," katanya. (V001/M008/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011