Bamako (ANTARA News) - Para kepala militer dari Mali, Mauritania, Niger dan Aljazair bersiap siaga ketika krisis di tetangga mereka Libya memburuk, yang menempatkan seluruh kawasan Sahel itu dalam risiko, kata sumber militer, Sabtu.
Berbicara setelah pertemuan Jumat antara keempat pemimpin militer itu, seorang pejabat Mali yang menghadiri pertemuan mengatakan: "Situasi di Libya sangat mengkhawatirkan. Ada risiko membuat tidak stabil seluruh wilayah itu".
Pertemuan itu untuk memperkuat perang terhadap ketidakamanan di kawasan yang terancam oleh Al Qaida di Maghreb Islam (AQMI).
"Selain itu, karena krisis Libya, situasi keamanan di Sahel makin memburuk, jadi penting untuk berhati-hati. Kami semua bersiap siaga dan kami terus saling memberi informasi pada yang lainnya," ia menambahkan.
Menurut sebuah dokumen dari salah satu negara yang ikut pertemuan itu, yang dilihat oleh AFP, "sekarang tidak ada keraguan, beberapa pejuang Al Qaida terlibat dalam pertempuran di Libya".
Itu termasuk "gerilyawan Libya yang dibebaskan oleh pemerintah beberapa pekan sebelum meletusnya konflik" pada pertengahan Februari. Dokumen itu menambahkan bahwa di antara gerilyawan yang memerangi pemerintah Gaddafi, adalah petempur Libya dari Afghanistan dan mereka yang berperang untuk AQMI di Sahel.
Mereka mendesak negara-negara Sahel untuk tidak membiarkan senjata dari Libya jatuh ke tangan "teroris di Sahel" dan memperkuat militer Al Qaida.
Pada akhir Maret, sumber keamanan Mali dan Niger mengatakan AQMI telah mendapat keuntungan dari konflik Libya untuk mengumpulkan senjata berat, seperti rudal anti-pesawat, melukiskannya sebagai "bahaya nyata bagi seluruh wilayah itu".
Kepala staf militer Aljazair Ahmed Gaod Salah mengatakan pada kantor berita negara itu APS bahwa tidak ada negara Sahel yang dapat bekerja sendiri, ketika stabilitas di sub kawasan itu terkait erat dengan kerja sama regional.
"Lebih dari itu, ini waktu untuk kerja sama, bantuan bersama dan terkait upaya untuk memerangi terorisme, menekan risiko, subversi dan ketidakstabilan guna menyelamatkan negara kita dari konsekuensi merugikan yang mereka timbulkan," katanya.
Wilayah padang pasir Sahel yang amat luas adalah markas dan wilayah perburuan bagi AQMI yang telah meningkatkan kegiatannya dalam beberapa tahun belakangan, melakukan penculikan yang sebagian besar pada warga asing, eksekusi dan perdagangan obat bius. (S008/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011