"Menghadapi ancaman-ancaman yang membebani persatuan negara kami, manuver dan propaganda diktator dan keluarganya, kami dengan ini mengumumkan: Tidak ada yang bisa memecah-belah kami," kata teks itu, yang dirancang di Benghazi pada 12 April.
"Kami sama-sama mendambakan Libya yang bebas, demokratis dan bersatu," katanya.
"Libya esok, jika diktator telah pergi, akan menjadi sebuah Libya yang bersatu, dengan Tripoli sebagai ibu kotanya dan dimana kami pada akhirnya bisa membangun masyarakat sipil menurut keinginan kami sendiri," katanya.
Levy, seorang intelektual terkenal di Prancis, menjadi juru bicara tidak resmi bagi pemberontak Libya di Paris dan berhasil mendorong Presiden Nicolas Sarkozy menggalang dukungan militer dan politik internasional bagi kelompok pemberontak.
Ia mengatakan kepada AFP, pernyataan itu dipersiapkan di markas pemberontak di Benghazi, Libya timur, namun diedarkan di seluruh penjuru negeri, dan kini didukung oleh banyak pemimpin suku berpengaruh di daerah-daerah dimana Kadhafi masih memegang kendali kekuasaan.
Levy menerbitkan pernyataan itu di situs berita majalahnya, La Regle du Jeu, yang juga mencakup tanda tangan asli dalam bahasa Arab.
"Kami, orang Libya, membentuk satu suku tunggal yang bersatu -- suku orang Libya bebas, yang memerangi penindasan dan kejahatan memecah-belah," kata teks yang diterjemahkan dalam bahasa Prancis itu.
Sejumlah pemimpin Barat juga mendesak Gaddafi mengundurkan diri di tengah pemberontakan mematikan terhadap pemerintahnya.
Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Gaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.
Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.
Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Moamer Kadhafi, yang membuat marah Barat.
Lebih dari 100 jet tempur dan pesawat pendukung NATO saat ini telah dikerahkan untuk menggempur Libya, serta selusin kapal perang yang semuanya beroperasi di bawah komando NATO.
Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Gaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, kini pasukan Kadhafi dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.
Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
(M014/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011