(ANTARA News) - "Namanya Jelita. Mudah-mudahan hidupnya tidak menderita," kata Wati memperkenalkan buah hatinya.
Nama Jelita, kata sejumlah orang secantik parasnya. Bayi berusia tiga bulan itu berhidung mancung, bermata besar, berkulit putih. Orang yang melihat bayi itu, gemas dibuatnya.
Tepat diulang bulannya yang ketiga, bayi dari TKI itu dibawa pulang ke Indonesia. Bagi sang ibu, kejadian itu bagaikan menjemput mimpi indah dan menghapus mimpi buruk.
Menurut Wati, jika sesuai rencana, Jelita lahir di Cianjur, di tengah-tengah tiga kakak perempuannya, nenek, dan kakeknya yang berada di sana. Juga, sang ayah tercinta.
Tapi, sekitar sebulan sebelum Jelita lahir, ayah dan ibunya dijemput paksa "rela", petugas keamanan Malaysia. Padahal, tinggal tiga hari lagi mereka akan pulang ke Indonesia ketika ketika "rela" menangkap mereka.
Malam itu, petugas "rela" menggedor rumah yang disewa Wati sekeluarga. Petugas berseragam hijau lumut itu memaksa Wati, suami, adik, dan iparnya ikut mobil petugas keamanan Malaysia itu.
Malam itu juga mereka dipaksa meninggalkan rumah kontrakan di Kepong, Malaysia. Meninggalkan mimpi pulang ke kampung halaman.
"Saya sudah mempersiapkan semua perlengkapan bayi dan uang Rp5 juta untuk melahirkan di Cianjur, tapi semuanya harus ditinggal di kontrakan. Petugas `rela` tidak mengizinkan saya membawanya," cerita Wati.
Wati mengaku masih ingat bagaimana dua petugas "rela" menarik tangannya secara paksa walaupun petugas itu mengetahui Wati sedang hamil besar. Dia dipaksa memasuki mobil, yang akan membawanya menuju penjara. Ibu rumah tangga itu pun dipisahkan dari suaminya.
Sebelum berpisah, suami Wati berpesan agar ia menjaga kesehatan, agar buah hatinya lahir selamat. "Karena saya sakit-sakitan, dia takut saya mati" kata Wati.
Wati sekeluarga harus mendekam dalam penjara akibat masa berlaku izin tinggal yang mereka miliki habis. "Saya tidak bisa memperpanjang `permit`, tidak ada uang, hanya cukup untuk makan," kata dia.
Hari-hari Wati di penjara dipenuhi tangis dan doa. Tidak putus-putusnya dia berdoa agar tidak melahirkan di bui, agar bisa bertemu suami, dan anaknya lahir dengan selamat.
Menurut Wati, dia selalu berharap kejadian itu hanya mimpi buruk, dan ia dapat segera terbangun dari bunga tidur saat hendak berangkat ke Cianjur.
Selama 23 hari ia dipenjara, tinggal bersama puluhan perempuan Indonesia lain yang memiliki masalah hukum di Malaysia. Selama itu pula dia tidak tahu kabar sang suami. "Mungkin dia sudah mati. Tapi,... tidak lah," kata dia dengan mata menerawang.
Tepat di hari ke 23, petugas "rela" membawanya ke Konsulat Jenderal RI di Johor Bahru, singgah di Semenyi.
Di Semenyi, ia merasa perutnya sakit tak tertahan. "Saya pikir karena di jalan goyang-goyang, jalanan buruk. Saya buang pikiran akan melahirkan di sana. Saya tetap ingin melahirkan di Indonesia," cerita Wati.
Apa daya, Tuhan berkehendak lain. Dua jam setelah dibawa ke Dewan Bersalin Sultan Ismail, bayi perempuan lahir dari rahimnya, tanpa kehadiran suami, apalagi tiga puterinya yang lain. Berbanding terbalik dengan rencananya semula.
"Perasaan saya kala itu campur aduk, sedih, takut, bahagia,.. tapi lebih banyak sedihnya, kok nasib saya begini sekali," tutur Wati.
Nama Jelita diberikan oleh dokter yang membantu persalinan. "Jelita, biar hidup tak lagi menderita," kata Wati meniru dokter.
Usai melahirkan, ia dijemput petugas KJRI Johor Bahru.
Petugas konsulat memberikan semua kebutuhan Jelita. Meski tak sama dengan yang pernah Wati siapkan sebelum masuk penjara, paling tidak, Jelita terurus baik.
"Popok, baju, bedak, susu, semuanya disiapkan KJRI," kata Wati.
Selama tiga bulan ia berada di konsulat, kebutuhan bayinya terpenuhi, termasuk imunisasi teratur dan susu formula khusus bayi yang harganya relarif mahal. Air susu Wati memang tidak mengalir sejak Jelita dilahirkan. Mungkin karena stres, produksi asi terhenti.
Sesuai janji, setelah bayinya kuat, ia dikembalikan ke tanah air oleh KJRI, bersama bayi TKI lain yang lahir di Malaysia.
Jumat, pada pertengahan Mei, ia tiba di Batam, sebelum diberangkatkan kembali ke Jakarta, menuju Cianjur.
Mimpi buruk telah usai, meski mimpi bahagia belum tergapai. Rajutan masa depan belum terurai, karena nasib ayah Jelita masih kabur.
"Saya tidak tahu kabar dia. Apa mungkin kita bisa bertemu lagi, sedang saya di Cianjur, dia di Malaysia. Siapa yang akan membelikan susu untuk Jelita. Apa Jelita bisa sekolah. Bagaimana nasib tiga anak saya yang lain. Siapa yang akan menafkahi kami. Bagaimana..." dan sejuta tanya lagi yang belum terucap dari bibir Wati.(*)
Oleh oleh YJ Naim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
Anak2 adlh nikmat dr Allah..
Smg ibu tabah dan bersabar..
Smg suami ibu jg selamat..
Hadist Rasullah SAW \" perbanyaklah anak krn kau tak pernah tau drmn anak yg bs membarokahi org tua..\"