Jakarta (ANTARA News) - Pada 12 November 2010, ilmuwan nuklir Siegfried Hecker dan dua koleganya dari Universitas Stanford yaitu John Lewis dan Robert Carlin diajak mengunjungi Komplek Nuklir Yongbyon di Korea Utara.

Mereka dipameri reaktor air berat (LWR) eksperimental yang tengah dibangun, beserta sebuah fasilitas baru untuk 2.000 mesin pemutar yang diperuntukkan bagi pengayaan uranium untuk reaktor baru tersebut.

Hecker dan para koleganya terkejut pada kecanggihan dan kebersihan reaktor nuklir baru tersebut, yang berbeda dari karakteristik reaktor Yongbyon sebelum ini.

Sekembalinya dari kunjungan itu, Hecker secara pribadi memberitahu Gedung Putih soal penemuan baru berkaitan dengan program nuklir Korea Utara tersebut di mana pemerintahan AS sudah menyangka lama itu terus dilanjutkan kendati ada sanksi dari PBB.

Menyusul pembeberan oleh Hecker ini, Korea Utara menembakkan artilerinya pada 23 November dekat Pulau Yeonpyeong yang berada di Garis Batas Utara (NLL) di Laut Kuning.

Dua marinir Korea Selatan dan warga sipil terbunuh dalam bentrok itu, dan 1.600 warga pulau itu dievakuasi secara parsial.

Tanya : Apa tujuan dari fasilitas baru di Yongbyon itu?
Jawab : Korea Utara mengklaim bahwa mereka tengah membangun LWR ekperimental dengan mengandalkan sumber daya dan tenaga dalam negeri serta akan operasional pada 2012.
Mereka mengklaim bahwa tujuan fasilitas mesin pemutar nuklir itu hanyalah mempromosikan tenaga nuklir untuk sipil dan tidak akan digunakan untuk pengayaan uranium bagi senjata nuklir.
Kendati begitu, tidak banyak yang mempercayai hasrat Korea Utara itu sepenuhnya untuk kebutuhan energi, mengingat catatan masa lalunya yang kelam. Sejumlah pakar soal Korea Utara memprediksi akan ada percobaan nuklir dalam waktu dekat nanti, dan kemungkinan fasilitan serta reaktor nuklir baru itu ditujukan untuk menghasilkan senjata nuklir tersebut.

Tanya : Mengapa Korea Utara menggeber program pengembangan nuklirnya?
Jawab : Pengembangan program nuklir Korea Utara yang lebih jauh adalah pelanggaran terang-terangan terhadap sanksi PBB kepada negeri itu, sehingga sangat mengherankan jika ilmuwan dan pakar Amerika malah diundang untuk melihat kemajuan nuklir Korea Utara itu.
Dari perspektif Utara, ada sejumlah motivasi yang masuk akal untuk ini, diantaranya:
- sebagai tekanan untuk dilanjutkannya Pembicaraan Enam Pihak dari mana Utara berharap menerima bantuan internasional;
- untuk memperkuat mandat penerus pemimpin Korea, Kim Jong-un, dengan mendukung secara lembut proses suksesi yang sepertinya tengah berlangsung;
- memperkuat ancaman senjata nuklir Utara untuk digunakan sebagai daya tawar dalam negosiasi-negosiasi di masa mendatang.

Tanya : Apa isyarat pertama bahwa Korea Utara tengah melakukan pengayaan uranium?
Jawab : Pada 2002, pemerintahan Bush menghadang Korea Utara dalam upayanya mengimpor material untuk mengembangkan nuklir.
Pada 2008, Korea Utara, dimotivasi oleh negosiasi-negosiasi perlucutan senjata, menyerahkan laporan setebal 18.000 halaman kepada Departemen Luar Negeri AS bahwa operasi reaktor Yongbyon terkontaminasi oleh partikel-partikel Uranium.
Walaupun dihadapkan pada indikator-indikator itu, banyak yang mengklaim Amerika Serikat telah mengobral negosiasi dengan Utara berdasarkan alasan kerusakan yang pura-pura itu.
Pengungkapan program pengayaan Uranium oleh Korea Utara itu tidak hanya membenarkan kebijakan yang diambil AS waktu itu, tetapi juga membuktikan bahwa program nuklir Utara memang telah jauh lebih maju.

Tanya
: Apa dampak pengungkapan fasilitan pengayaan uranium baru milik Korea Utara itu terhadap kelanjutan Pembicaraan Enam Pihak?
Jawab : Kendati Korea Utara mungkin berharap pengungkapan program nuklir baru mereka ini bakal memaksa lima pihak lainnya kembali ke meja perundingan, pemerintahan AS telah memaklumatkan hanya akan bernegosiasi dengan Korea Utara jika negara ini menunjukkkan keseriusannya dalam menghormati komitmennya dengan mengambil langkah kongkret dan tegas menuju denuklirisasi.”
Oleh karena itu, aktivitas baru di Yongbyon ini, sebelum kontak senjata Selasa, tampaknya akan membuat setiap pembicaraan resmi jauh lebih mandek. Meski begitu, para pejabat AS menegaskan bahwa serangan Selasa lalu di dekat Yeonpyeong telah secara efektif memadamkan upaya-upaya dalam memulai lagi Pembicaraan Enam Pihak.

Tanya : Apa fakta-fakta di balik bentrok perbatasan di dekat NLL itu?
Jawab : Pada pukul 2.34 sore waktu setempat, tanggal 23 November, tembakan artileri Korea Utara mulai diarahkan ke perairan yang mengelilingi Pulau Yeonpyeong.
Kira-kira 50 bombardeman menghantam pangkalan militer Korea Selatan di pulau itu, menewaskan dua marinir Korea Selatan, dua warga sipil, dan melukai 19 lainnya.
Menurut seorang pejabat pemerintah lokal, serangan itu berlangsung selama sejam, dan meluluhlantakkan banyak bangunan di pulau tersebut. Militer Korea Selatan memuntahkan kira-kira 80 bombardemen dan menggelarkan sejumlah jet tempur ke wilayah itu dalam rangka serangan pembalasan.
Sebelum insiden itu meletus, militer Korea Selatan menggelar latihan rutin di sepanjang pantai Yeonpyeong. Amerika Serikat, Jepang, Rusia, Inggris, dan Uni Eropa mengutuk keras serangan Korea Utara itu, namun China hanya berkomentar mendesak semua pihak untuk menahan diri.
Tentu saja Korea Utara membantah mengawali provokasi dan menumpahkan semua kesalahan kepada Selatan.

Tanya
: Apa motivasi Utara menyerang Selatan kali ini?
Jawab : Lihat jawaban nomor 2 di atas. Tambahan, tampaknya Korea Utara tidak mendapat reaksi seperti yang diharapkannya dari aktor-aktor kawasan, setelah pengungkapan program nuklir itu.

Amerika Serikat dan Korea Selatan menegaskan lagi pendiriannya untuk tidak melanjutkan Pembicaraan Enam Pihak sampai Utara mengambil langkah konkret dan tegas menuju denuklirisasi.

Tanya : Bisakah kita memperkirakan bakal ada serangan lebih banyak lagi dari Korea Utara dalam waktu dekat nanti?
Jawab : Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan lebih banyak lagi serangan dari Utara, mengingat prilaku gemar perangnya yang terakhir ini.

Waktu di antara provokasi-provokasi Korea Utara sepertinya menyusut secara signifikan satu sama lain. Ini bisa mencerminkan ketidakstabilan yang meningkat di Utara, proses suksesi kepemimpinan, atau kombinasi keduanya.

Militer Korea Selatan dan AS menggelar latihan militer bersama pekan ini, yang sedianya digelar mulai Selasa lalu saat serangan Utara dilancarkan. Korea Utara mungkin menggunakan latihan itu sebagai dalih untuk serangan berikutnya. (*)

Disadur dari tulisan Victor Cha dan Kathleen Harrington dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Washington, oleh adam rizal. editor jafar sidik

Penerjemah: Adam Rizallulhaq
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010