Kupang (ANTARA News) - Empat sungai besar di kawasan cagar alam Mutis di bagian barat laut Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, terancaman kering akibat anomali iklim serta pemanfaatan hutan, lahan dan air di bagian hilir sungai yang mengabaikan kelestarian ekosistem.
Humas Lembaga Swadaya Masyarakat Studio Driya Media (SDM) Kupang Bernadus Watan, di Kupang, Minggu malam, menyebutkan, empat sungai besar itu adalah Sungai Benenain, Noelmina, Noelfael dan Noelbessi.
Ia dalam penelitian dan advokasi yang dilakukan SDM selama ini menemukan hingga Agustus 2010 Sungai Benenain yang hulunya terdapat di Desa Bonleu mengalir ke Kabupaten Belu, Sungai Noelmina di Desa Nenas mengalir ke Kabupaten Kupang, Sungai Noelfael di Desa Nuapin dan Sungai Noelbessi yang hulunya di Desa Tasinifu, Kabupaen Timor Tengah Utara, masih menyuplai air untuk kawasan itu.
"Kawasan yang dapat disebut sebagai jantung bagi sistem kehidupan ekosistem tersetrial di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur memiliki empat sungai besar yang memberikan suplai air untuk kawasan pulau Timor," katanya.
Namun diperkirakan suplai air dari empat sungai besar ini mulai berkurang memasuki September 2010 terutama Sungai Noelmina, Sungai Noelfael hulunya di Desa Nuapin dan Sungai Noelbessi berhulu di Desa Tasinifu, Kabupaen Timor Tengah Utara.
"Apabila perkiraan ini benar, maka ribuan hektare sawah yang berada di kaki kawsan Mutis itu akan mengalami puso besar-besaran sehingga berdampak pada gagal panen dan menambah jumlah kepala keluarga yang rawan pangan," katanya.
Karena itu, katanya, Kawasan Mutis yang merupakan "water catchment area" atau daerah tangkapan air yang sangat penting dan vital bagi Pulau Timor, khususnya sungai Noelmina yang berhilir di Kabupaten Kupang, Sungai Noelfael hulunya di Desa Nuapin dan Sungai Noelbessi berhulu di Desa Tasinifu, Kabupaten Timor Tengah Utara perlu ada tindakan antisipasi.
Pemanfaatan dan penggunaan hutan, lahan dan air pada kawasan budidaya dan kawasan lindung di bagian hilir DAS tanpa memperhatikan kelestarian ekosistem dengan mengabaikan menerapkan teknologi budidaya secara tepat guna dan ramah lingkungan, menurut dia, akan menggangu peningkatkan produktivitas hutan dan lahan.
Karena itu perlu mencegah dampak negatif pada daerah hilir, menerapkan teknik konservasi tanah dan air berupa penanaman tanaman bervegetasi tetap dan rumput-rumputan, pengelolaan tanah menurut kontur, pengolahan tanah minimal, katanya.
Berikut pembuatan teras, saluran pembuangan ar, terjunan air, dam pengendali, dam penahan, pengendali jurang, sumur resapan, embung air, penerapan koefisien dasar bangunan, pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan menghindari penggunaan zat kimiawi adalah tindakan yang tepat dan mendesak.
Selain itu, menunjang dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan buatan, melindungi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan, mendayagunakan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan secara lestari, mempertahankan keberadaan bentuk bentang alam, menjaga kelestarian penutupan vegetasi tetap.
Menyangkut restorasi hutan serta rehabilitasi dan reklamasi hutan maupun lahan pada kawasan budidaya dan lindung di bagian hilir DAS dengan cara menerapkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
Selanjutnya meningkatkan penutupan vegetasi tetap. Memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi budidaya hutan dan fungsi lindung hutan dan lahan serta kondisi tata air DAS perlu dilakukan secara terus menerus oleh para pemangku kepentingan.
"Eksploitasi sumber air yang berlebihan di kawasan Mutis terutama pada empat sungai besar itu akan menyulitkan kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota SoE ( Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan) dan Kefamenanu (Kota Kabupaten Timor Tengah Utara) sehingga menyebabkan kekeringan pada lahan-lahan sawah milik masyarakat," katanya..
"Satu hal penting yang juga perlu mendapat perhatian adalah ketidakadilan distribusi manfaat ekosistem antara masyarakat hulu dan masyarakat hilir," katanya.
Karena telah terjadi disparitas ekonomi yang cukup tinggi dimana keuntungan ekonomi dari jasa lingkungan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat di wilayah hilir dibandingkan masyarakat hulu yang selama ini menjaga kawasan.
"Hal nyata yang bisa dilihat yakni lambannya pembangunan sarana infrastruktur di daerah hulu dibandingkan daerah hilir, sehingga ikut mengancam kelestarian empat sungai besar itu, akibat ulah manusia dalam berusaha memeprtahankan hidup dengan mengeksploitasi hutan yang menjadi tumpuan sumber daya air sungai-sungai itu," katanya. (ANT-084/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010