Taufik Kurniawan kepada pers di Jakarta, Selasa, mengemukakan, polisi harus bisa menyikapi kritik publik secara bijaksana.
Polri harus bisa memahami sikap masyarakat. Kritik masyarakat kepada institusi Polri karena masyarakat menginginkan lembaga kepolisian yang bersih dan menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya.
"Polri seperti halnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) lahir dari masyarakat. Oleh karenanya, kritik pada institusi Polri dari masyarakat merupakan pesan atas rasa sayang masyarakat yang menginginkan lembaga itu bersih dan bisa profesional," katanya.
Taufik yang juga Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) mengemukakan Polri perlu menyikapi hal itu dengan bukti dan tanggung jawab yang akuntabel.
Tidak ada masyarakat di dunia mana pun yang tidak membutuhkan lembaga Polri dan TNI. Kedua lembaga itu merupakan lembaga keamanan dan pertahanan terpenting dalam unsur bernegara.
Karena itu, kata Taufik, memiliki lembaga kepolisian yang bisa diandalkan merupakan keinginan semua komponen masyarakat.
"Tentara Nasional Indonesia memiliki Sapta Marga, Polri memiliki Tri Brata yang merupakan implementasi dari tujuan didirikannya lembaga pertahanan dan keamanan yang merupakan tujuan mengayomi masyarakat Indonesia," katanya.
Dia mengatakan sikap Kapolri yang menindaklanjuti pernyataan Presiden bahwa kasus (rekening gendut) ini harus diselesaikan dan dituntaskan juga harus diapresiasi.
"Saya yakin polisi dapat menjelaskan semuanya. Saya yakin juga permasalahan dengan sebuah media massa akan bisa diselesaikan dengan baik tanpa melalui proses gugat-menggugat," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, mengatakan langkah terbaik bagi Polri terhadap isu rekening gendut para perwira tinggi Polri adalah menindaklanjuti informasi tersebut dan mengevaluasi seluruh kritik dari masyarakat.
Priyo Budi memandang perlu evaluasi itu untuk mengetahui sejauh mana kebenaran isu tersebut. "Jika memang terbukti, semuanya harus diproses secara hukum," katanya menegaskan.
Dia mengatakan tidak ada pilihan bagi polisi. "Yang terbaik, saya mendorong agar menindaklanjuti masukan itu, dan inilah saatnya untuk evaluasi. Evaluasi harus dilakukan di semua lini. Apakah ada kebenaran dari apa yang disinyalir masyarakat. Derajat kebenarannya sejauh mana terkait temuan yang selama ini dipublis oleh mass media," ujar Priyo.
Dia menilai pilihan untuk melakukan konfrontasi dengan pihak media massa, misalnya, Tempo dan lain-lain, hanya akan menjadi langkah yang akan menambah beban psikologis yang justru tak menguntungkan Polri.
"Lebih baik itu dianggap masukan dan kritikan, kemudian jadi bahan evaluasi, penyelidikan di intern. Hanya dengan cara itulah opini yang selama ini menyudutkan Polri diterangkan di masyarakat, tak ada pilihan lain," katanya.
Priyo mengaku kaget ketika isu tersebut ramai diberitakan masyarakat bahwa pejabat kepolisian memiliki rekening yang besarnya jauh dari gaji yang mereka terima setiap bulannya.
"Saya membaca laporan di media itu memang mencengangkan untuk ukuran pejabat Polri. Kecuali jenderal-jenderal yang bersangkutan memang mempunyai latar belakang bisnis yang tak ada hubungannya dengan jabatannya. Saya kira kalau bisa ditunjukkan ke sana akan baik-baik saja," katanya.
Selama ini, kata Priyo, langkah reformasi di tubuh Polri memang terkesan lambat. Masyarakat masih sering menemui dan diperlakukan tidak adil oleh polisi.
"Tudingan dan hujatan kepada polisi ini, saya jadi teringat ketika dulu TNI juga diperlakukan sama, namun TNI berhasil mereformasi diri sehingga tidak ada lagi hujatan padanya. Polri seharusnya bisa mencontoh TNI dalam hal ini," ujar Priyo.(*)
(T.S023/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010