Rabat (ANTARA News) - Wakil Menteri Luar Negeri Maroko Latifa Akherbach menilai Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar dan menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, Islam dapat berjalan beriringan ,sehingga Maroko ingin belajar dari Indonesia.
Hal itu disampaikan Latifa Akherbach dalam wawancara dengan koresponden ANTARA News di London (Inggris), Zaynitta Gibbons, Senin malam sehubungan dengan digelarnya resepsi peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia- Maroko yang diadakan di Wisma Duta, Rabat, Senin malam.
Acara resepsi digelar dengan sangat sederhana itu diawali menampilan gamelan yang dibawakan masyarakat Indonesia di Maroko termasuk Dubes RI Tosari Widjaja dan Ibu Tosari Widjaja dan diikuti tarian Merak yang dibawakan para penari dari KBRI Rabat, Nurcahyati Prabowo dan Ruri Rizaldi.
Selain itu, juga ditampilkan kesenian tradisional Maroko yang dibawakan tim seniman Maroko yang bernama Dqaiqiya menampilkan musik Maroko dengan alat sederhana seperti gendang, dan krincing.
Hadir dalam resepsi perayaan 50 tahun hubungan Indonesia-Maroko itu diantaranya duta besar dan perwakilan negara sahabat, termasuk Dubes AS di Maroko beserta keluarga, pejabat pemerintah, akademisi, pengusaha dan kalangan masyarakat Indonesia di Maroko dan tiga mantan Dubes Maroko di Indonesia serta Dirjen Protokol Kemlu Maroko Abdelouahab Belouki dan Ketua Mahkamah Konstitusi Maroko Dr Mohammed Achergui.
Lebih lanjut Latifa Akherbach mengatakan bahwa hubungan Indonesia Maroko semakin meningkat dengan adanya saling pengertian kedua negara.
Latifa mengemukakan Indonesia sebagai negara Muslim dengan penduduk terbesar dapat menyatukan nilai Islam, demokrasi dan modernisasi, sehingga Maroko menilai Indonesia merupakan negara penting untuk menjalin kerja sama dalam menghadapi tantangan dan krisis global serta Islamphobia yang makin meningkat.
Dikatakannya, hubungan politik yang telah berjalan selama 50 tahun dengan dilandasi keinginan yang kuat dari kedua pemimpin negara untuk saling membantu menjadi modal dalam menghadapi masalah tersebut.
Sementara itu Dubes Indonesia untuk Maroko, Tosari Widjaja menyelaskan awal hubungan diplomasi Indonesia dan Maroko dengan penyerahan surat kredensial Dutabesar Nazir Pamontjak pada 19 April 1960 kepada Raja Marako Mohammed V.
Dubes Nazir yang waktu itu merangkap Dubes di Filipina diminta mempersiapkan kunjungan Pesiden Soekarno ke Maroko yang menjadi awal kerja sama bilateral yang diharapkan lebih jauh dapat memberikan sumbangan bagi negara negara Asia dan Afrika.
"Peristiwa 50 tahun yang lalu itu menjadi batu pijakan pertama yang menjadi landasan penting bagi para pemimpin ke dua negara untuk lebih memperkuat hubungan dan kerja sama Indonesia Maroko," ujarnya.
Selama 50 tahun hubungan bilateral tersebut ,terjadi peningkatan dengan pembentukan Komite Bersama Bilateral yang ditandatangani terakhir kali pada Juni 2008 dalam bidang kerja sama politik dan ekonomi.
Diharapkannya, hubungan bilateral tersebut dapat ditingkatkan dibidang lainnya seperti pariwisata, investasi, pendidikan dan budaya dengan basis sejarah dalam upaya meningkatkan hubungan antarwarga atau"people to people contacts" yang menghasilkan pengertian yang makin besar diantara kedua negara.
Resepsi perayaan ulang tahun 50 tahun hubungan Indonesia Maroko itu digelar pameran foto photo yang mengambarkan kunjungan Presiden Soekarno ke Maroko dan disambut oleh Raja Mohammed V serta seluruh rakyat Maroko yang menyambut hangat kehadiran Soekarno ditengah kota Rabat serta peresmian pemberian nama jalan di pusat kota Rabat dengan nama Soekarno.
Dalam resepsi itu , dihidangkan makanan khas Indonesia seperti sate ayam, sate kambing, mie goreng, nasi goreng , bakso dan salada Padang serta makanan kecil seperti lumpia, onde-onde dan rempeyek yang diiringi dengan musik tradisional gamelan Jawa yang mendapat pujian dari wartawan Sahra Magribia, koran terbasar di Maroko.
Acara resepsi peringatakan 50 tahun hubungan Indonesia Maroko itu juga mendapat liputan dari media masa setempat termasuk televisi RTM Rabat yang mewawancarai Dubes Tosari Widjaja.
(T-ZG/A011/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010