Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah kalangan meminta Wakil Presiden (Wapres), Boediono, membuktikan pengambilan keputusan mengenai pengembangan gas Senoro di Sulawesi Tengah tidak tersandera permasalahan politik yang terjadi sekarang ini.

Demikian disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP, M. Romahurmuziy dan Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto saat dihubungi di Jakarta, Minggu.

Romahurmuziy yang akrab disapa Rommy meminta, Wapres mesti mengambil keputusan Senoro dengan tidak menyia-siakan mendapatan devisa, namun tanpa mengorbankan kepentingan domestik.

"Dengan demikian, keputusan kombinasi ekspor dan domestik merupakan skenario terbaik yang mesti diambil," katanya.

Wapres Boediono dijadwalkan melakukan rapat terbatas membahas kelanjutan proyek Senoro pada Senin (10/5) atau paling lambat dalam pekan ini.

Menteri ESDM Darwin Saleh rencananya akan memaparkan data tambahan Senoro yang diminta Wapres.

Sebelumnya, Wapres Boediono meminta kepada Kementerian ESDM menyiapkan data tambahan berupa rencana pemenuhan kebutuhan gas baik dari dalam maupun luar negeri dalam jangka pendek.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan data tambahan yang diminta Wakil Presiden Boediono.

"Kami sudah siapkan data tambahannya untuk melengkapi data sebelumnya," katanya, Jumat (7/5).

Proyek Senoro ditargetkan sudah ada keputusan sebelum Wapres Boediono meninggalkan Tanah Air menuju Arab Saudi dan Iran, pada 13 Mei 2010.

"Kami harapkan putusan Senoro sudah dapat dilakukan pada kesempatan sidang kabinet yang dipimpin Wapres, Senin (10/5)," kata Rommy.



Populis

Hal senada dikemukakan Pri Agung Rakhmanto.

Menurut dia, Wapres hendaknya tidak mengambil keputusan Senoro dengan pertimbangan politis maupun populis.

"Pengambilan keputusan Senoro harus mengedepankan obyektifitas dengan mempertimbangkan semua kepentingan yang ada," ujarnya.

Ia mengatakan, keputusan Senoro juga mesti berdasarkan kelayakan teknis dan ekonomis sesuai kajian yang telah dilakukan.

"Konkretnya, skenario kombinasi ekspor sebanyak 75 persen dan 25 persen lainnya buat domestik yang oleh banyak kajian dianggap terbaik itulah yang semestinya dijadikan sebagai keputusan final Senoro," tambahnya.

Ia juga mengharapkan, pemerintah tidak mengulang kesalahan saat memutuskan alokasi seluruh gas Senoro buat domestik yang sarat muatan politis dan populis pada pertengahan tahun lalu.

Hasil kajian independen Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) menyimpulkan, skenario terbaik pengembangan gas Senoro adalah kombinasi ekspor gas alam cair (LNG) sebesar 335 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan pemakaian dalam negeri bagi PT Pusri 60 MMSCFD dan PT PLN 30 MMSCFD.

Proyek pengembangan gas Senoro yang diperkirakan menelan investasi 3,7 miliar dolar AS terdiri dari dua bagian yakni hulu dan hilir.

Di bagian hulu dengan perkiraan investasi sebesar dua miliar dolar AS berupa eksplorasi dan produksi gas di dua blok yakni Senoro-Toili dan Matindok.

Blok Senoro dimiliki PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi dan PT Medco Tomori dengan saham masing-masing 50 persen.

Sedang, Matindok dimiliki PT Pertamina EP sebesar 100 persen.

Bagian hilir senilai 1,7 miliar dolar berupa pembangunan kilang LNG dengan kapasitas 2,1 juta ton per tahun.

Kilang dimiliki PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang merupakan konsorsium perusahaan terdiri atas Mitsubishi Co dengan porsi sebesar 51 persen, Pertamina 29 persen, dan PT Medco Energi Internasional 20 persen.

Proyek Senoro dikembangkan dengan pola hilir (downstream).

Dengan skenario tersebut, maka pengembangan hulu terpisah dari hilir, sehingga pemerintah tidak terbebani pengembalian biaya operasi (cost recovery) untuk investasi kilang LNG.

Pertamina menghitung, skenario hilir akan menambah pendapatan pemerintah 6,4 miliar dolar AS pada harga minyak Japan Cocktail Crude (JCC) 70 dolar AS per barel selama 15 tahun operasi atau 430 juta dolar per tahun.
(T.K007/A011/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010