Pontianak (ANTARA News) - Guru Besar Kimia Agroindustri Universitas Tanjungpura, Prof Dr Thamrin Usman DEA mengatakan butuh kebijakan yang konsisten untuk meningkatkan daya saing biodiesel dibanding energi fosil.
"Kalau tidak ada kebijakan, selalu mendapatkan harga biodiesel yang lebih mahal dibanding energi fosil," kata Thamrin Usman saat seminar internasional "Trans Borneo Biodiesel Expedition 2010" di Pontianak, Rabu.
Bentuk kebijakan itu misalnya kewajiban kendaraan bermotor bebas polusi. Sementara kalau menggunakan bahan bakar fosil sulit untuk mencapai kategori bebas polusi.
Sedangkan biodiesel lebih ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil.
Menurut Thamrin Usman, proses pembuatan biodiesel yang lebih rumit dan panjang menyebabkan harganya mahal.
"Bahan bakar fosil, cukup lakukan untuk menghasilkan jenis-jenis bahan bakar seperti premium," katanya.
Proses pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak sawit mentah membutuhkan enam tahapan.
Ia bersyukur bahwa selisih antara biodiesel dan bahan bakar minyak oleh pemerintah semakin dekat.
"Selisihnya makin kecil. Subsidi juga semakin dikurangi," kata dia.
Hasil tes terhadap biodiesel dari bahan baku sawit di Kalbar menunjukkan 1 liter dapat menempuh jarak 10 kilometer menggunakan mobil Taft tahun 1980-an.
Thamrin Usman dikukuhkan sebagai Guru Besar tahun 2010 tanggal 17 Februari lalu.
Ia mengatakan penggunaan "sludge oil" sebagai produk sampingan atau limbah dari proses ekstrasi minyak sawit mentah mampu menekan biaya produksi pembuatan biodiesel menjadi sepertiga lebih murah dibandingkan minyak sawit.
Thamrin Usman menyampaikan orasi ilmiah dengan judul "Pengembangan `Green Energy` Biodiesel Solusi Alternatif Di Kalimantan Barat" saat pengukuhan tersebut.
Ia dan beberapa rekan melakukan penelitian sintesa biodiesel dari bahan baku sludge oil CPO dengan bantuan katalisator para-toulen sulphonic acid (pTSA) yang diimpregnasi pada matriks padat kaolinit. (T011/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010