Jakarta (ANTARA News) - Ketua Eksekutif Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan dana "bailout" (dana talangan) Bank Century senilai Rp6,7 triliun berasal dari premi yang dibayarkan oleh bank anggota penjaminan.
Firdaus dalam Konferensi pers di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa penyertaan modal pemerintah Rp4 triliun dan premi yang dibayarkan bank anggota dari September 2005 mencapai Rp12,5 triliun dan total aset Rp18 triliun.
"Jadi kalau misal dikurangi Rp6,7 triliun, maka duit pemerintah masih utuh kan," kata Firdaus.
Dia mengatakan bahwa dana "bailout" Rp6,7 triliun di Bank Century yang saat ini berubah nama jadi Bank Mutiara ini sebagai penyertaan sebesar 99,996 persen dan akan dilepas, sehingga uangnya kembali.
"Syukur nanti (Bank) Mutiara dilepas untung, kami bisa potong kambing," kata Firdaus.
Dia menjelaskan bahwa fungsi LPS adalah sebagai lembaga penjaminan jika ada bank yang mengalami krisis dan tutup.
"Seperti Asuransi Jasa Marga yang membayar premi besar jika terjadi kecelakaan. LPS sama fungsinya," jelasnya.
Menjawab pertanyaan bahwa kekayaan LPS itu juga sebagai kekayaan negara, dia menjawab bagian dari kekayaan negara tetapi bukan sebagai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Sebagai wujud dari pengakuan bahwa uang LPS adalah uang negara, maka kami diaudit BPK. Bahkan, 4 tahun berturut-turut kami dapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP)," ungkap Firdaus.
Tentang isu yang beredar bahwa pemutusan "bailout" yang diputuskan hingga jam 05.00 WIB penuh dengan tekanan, Firdaus membantahnya.
"Jadi yang berkembang selama ini lebih pada `su`udzon` (prasangka buruk) saja. Saya tegaskan, saat rapat sampai pagi itu sama sekali tidak ada tekanan. Sebelum diambil keputusan, kami semua sholat," kata Firdaus.(*)
Pewarta: Luki Satrio
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009