"Pindad perusahaan besar, tak mungkin gegabah dalam melakukan penjualan atau ekspor senjata. Semuanya selalu dilengkapi dengan dokumen resmi dan legal," kata Adik Alvianto ketika dihubungi ANTARA dari Bandung, Minggu.
Termasuk dalam ekspor senjata yakni senjata api genggam dan senjata serbu SS-1 yang saat ini "tertahan" dan dipermasalahkan di Filipina, menurut Adik sudah dilakukan sesuai dengan prosedur yang biasa ditempuh.
Menurut dia, pengiriman ratusan senjata itu dilakukan dengan perizinan baku dari Departemen Pertahanan RI dan juga melengkapi dokumen ekspor di Imigrasi.
Adik dengan tegas membantah ekspor senjata itu dilakukan ilegal karena pihaknya telah melengkapinya dengan dokumen yang resmi dan sesuai dengan prosedur ekspor senjata.
Ia menyebutkan, ekspor senjata genggam pesanan dari Perbakinnya Filipina dan senjata SS-1 untuk negara di Afrika itu melalui seorang agen yang biasa melakukan perdagangan senjata yang sudah dikenal.
Pengirimannya juga sudah mengikuti prosedur dan dokumen ekspor senjata yang berlaku.
"Bukan sekali ini saja kami mengekspor senjata. Dalam kasus ini pengiriman resmi melalui Pelabuhan Tanjung Priok, bila dokumennya tidak lengkap mungkin pihak Imigrasi tidak akan mengizinkan pengiriman itu," katanya.
Ia menegaskan, PT Pindad tidak mungkin melakukan penjualan senjata tanpa sepengetahuan pemerintah karena perusahaan pembuat senjata tersebut milik pemerintah.
Lebih lanjut, Dirut PT Pindad itu menyebutkan, ekspor senjata itu dilakukan dengan perantara agen asal Filipina yang biasa melakukan perdagangan senjata dan sudah dikenal.
Dari sisi pembayaran tidak ada kerugian bagi Pindad. Begitu barang pesanan sampai di Pelabuhan Tanjung Priok dan dikapalkan, langsung dilakukan pembayaran.
Menurut Adik, nilai ekspor senjata itu mencapai Rp1 miliar dengan harga per unit di atas penjualan untuk TNI.
"Dengan sistem penjualan SOB, jelas pembayaran tak masalah. Namun Pindad tetap mempunyai tanggung jawab moral dengan adanya kejadian ini dan kami terus mengikuti perkembangan," katanya.
Ia menyebutkan, pihaknya terus melakukan kontak dengan agen itu sekaligus menunggu permasalahan yang sebenarnya terkait senjata yang sudah dikirimkan dengan kapal berbendera Panama itu.
"Senjata genggam untuk Perbakin-nya Filipina tak menjadi masalah, tapi SS-1 untuk negara Afrika itu yang dipersoalkan," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya masih menunggu informasi dan kemungkinan dokumen lainnya yang diperlukan.
Ia menyebutkan, ekspor senjata oleh PT Pindad dilakukan dalam rangka mengembangkan perusahaan itu dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya.
PT Pindad, kata Adik Alvianto merupakan BUMN Strategis yang memiliki potensi besar memasarkan produknya baik di dalam maupun ke luar negeri.
Selain memproduksi senjata dan amunisi, PT Pindad juga telah mampu memproduksi panser APS 6X6 untuk TNI-AD serta memproduksi berbagai suku cadang kendaraan tempur.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009