Meureudu, Aceh (ANTARA News) - Warga memilih tidur di luar rumah di tenda atau terpal yang terlihat di sepanjang jalan nasional Banda Aceh-Medan pascagempa tektonik 6,5 skala Richter (SR) pada Rabu (7/12) pagi.

Bahkan di kawasan padat penduduk, ada juga warga yang rela tidur di jalanan hanya beralaskan tikar atau plastik karena khawatir akan terjadi gempa susulan.

"Sekarang ini, semua warga tidak ada yang berani tidur di dalam rumah, mereka tidur di depan rumahnya atau di posko pengungsian," kata Nadar (38) yang berprofesi pekerja bangunan, warga Masjid Tuha, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Kamis malam.

Dari pantauan Antara, warga berkumpul di depan rumah ibadah masjid dan sebagian lainnya di depan rumah seusai mengambil makanan dari posko pengungsian.

Di posko pengungsian, mereka pun bercerita pengalaman saat terjadi musibah bencana alam itu dari rumahnya yang rusak sampai khawatir tertimpa bangunan.

Wajar mereka khawatir mengingat di dekat perkampungannya itu ada tragedi 20 rumah toko (ruko) yang ambruk tepatnya di Jalan Iskandar Muda dan dikabarkan menelan 28 korban meninggal dunia.

"Saya masih khawatir saja karena gempa sesekali terjadi. Tadi saja (Kamis pagi) ada goyangan lagi," katanya.

Kaeuchik Gampong Masjid Tuha, Djunaedi, menyebutkan pengungsi di posko wilayahnya itu berasal dari tiga dusun, Dunusu, Lhonga dan Mesjidhwa.

"Ini tiga dusun satu kelurahan dengan 540 kepala keluarga, sekitar 400 rumah. Mereka masih mengungsi karena trauma," katanya.

Gempa bumi tektonik terjadi di Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu pagi pukul 05.03 WIB dengan kekuatan sebesar 6,5 SR.

Gempa di Pidie, Aceh terjadi pada titik 5,25 derajat LU dan 96,24 derajat BT, pusat gempa di darat pada jarak 106 km arah tenggara Kota Banda Aceh pada kedalaman 15 km. Gempa Pidie menimbulkan korban jiwa serta kerusakan infrastruktur jalan dan rumah.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016