Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI) Abdul Wachid menyatakan, rencana masuknya 381.000 ton "raw sugar" (gula mentah) impor oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) lebih dimaksudkan untuk menyubsidi pendapatan petani tebu.

"Tujuan utamanya jelas, yakni untuk meningkatkan pendapatan petani dengan pola subsidi sebagai konsekuensi dari program pemberian jaminan pendapatan petani setara dengan rendemen 8,5 persen. Ini terobosan baru dari Menteri BUMN yang patut didukung," katanya kepada pers di Jakarta, Rabu.

Menurut Wachid, upaya Menteri BUMN yang menjamin pendapatan petani tebu setara dengan rendemen 8,5 persen adalah kebijakan yang mempunyai tujuan mulia. Selama ini lebih dari 70 persen petani mempunyai rendemen tebu di bawah 8,5 persen.

Anggota Komisi IV DPR yang juga Wakil Ketua Panja Gula DPR itu mengatakan bahwa "raw sugar" juga diperlukan pabrik gula milik BUMN saat musim giling seperti yang tengah berlangsung sekarang ini.

Keberadaan gula mentah itu sekaligus akan menyelamatkan pabrik gula (PG) dari kemungkinan mengalami "idle capacity" akibat kurangnya pasokan tebu sebagai dampak dari menurunnya produksi tebu.

"Sesuai prediksi BMKG, saat ini adalah periode La Nina, musim hujan siklus lima tahunan. Kondisi ini menjadi gangguan pasokan tebu kepada pabrik gula yang tengah menjalani musim giling," papar Wachid.

Pria asal Jepara Jawa Tengah itu juga menjelaskan, keberadaan gula mentah impor tersebut sekaligus akan mampu menghambat berhentinya pabrik akibat terganggunya pasokan tebu sebagai bahan baku. Selain itu juga untuk menjaga agar rendemen tidak melorot tajam.

"Kalau rendemen bisa dijaga, maka petani akan diuntungkan, dan dalam jangka panjang mempunyai makna besar pada percepatan swasembada gula di tanah air, karena petani makin antusias bercocok-tanam tebu sehingga PG tidak lagi kekurangan bahan baku," ujarnya.

Wachid juga mengingatkan agar pemerintah yang telah menggagas program dan visi ke depan pada pencapaian percepatan swasembada gula tidak terjebak pada agenda tersembunyi pihak tertentu. Ia meminta pemerintah fokus pada peningkatan pendapatan petani dan revitalisasi pabrik-pabrik gula.

Bila ada kelompok mengatasnamakan petani dan menolak PTPN untuk melakukan impor "raw sugar" padahal jelas-jelas impor tersebut terkait dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani, maka langkah mereka patut diwaspadai, apalagi mereka sebelumnya menyetujui impor jutaan ton untuk industri gula non PTPN.

Dalam kaitan ini Wachid menunjuk pada kasus pengajuan permohonan impor "raw sugar" oleh tujuh PG swasta pada 2015 lalu yang angkanya mencapai 775.000 ton dengan alasan sebagai fasilitasi investasi serta pemanfaatan "idle capacity" untuk investasi revitalisasi PG.

"Itu belum termasuk impor raw sugar yang dilakukan oleh 11 PG Rafinasi yang jumlahnya mencapai jutaan ton dan peredaran serta pendistribusiannya sering bocor ke pasar dan dijual sebagai gula konsumsi," ungkap Wachid.

Anehnya, lanjut dia, pengajuan impor "raw sugar" oleh PG swasta yang jelas-jelas tidak berperan secara signifikan terhadap petani tebu malah didiamkan bahkan mendapat rekomendasi dari pihak penentang yang mengatasnamakan petani tebu.

Di sisi lain, impor yang jumlahnya proporsional dan ditujukan untuk menyubsidi pendapatan petani serta untuk menyejahterakan petani dan dilakukan oleh BUMN malah ditentangnya.

"Ini aneh dan perlu dipertanyakan. Ada kepentingan apa di balik penentangan impor raw sugar oleh PTPN dan untuk kepentingan siapa rekomendasi impor raw sugar yang diberikan oleh organisasi yang mengatasnamakan organisasi petani tebu ke PG swasta itu," ujarnya.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016