Bandung (ANTARA News) - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Bambang Widjojanto menuturkan salah satu undang-undang di Indonesia yang paling sering di-judicial review adalah UU KPK.

"Ini yang menarik, Undang-undang KPK itu sudah 17 kali di-judical review dan yang mengajukan untuk para koruptor. Ini mungkin undang-undang yang paling sering di-judical review," kata Bambang Widjojanto usai menjadi pembicara pada sebuah diskusi di Festival Antikorupsi 2015, di Kota Bandung, Jumat.

Ia menuturkan upaya untuk me-judical review Undang-undang KPK adalah salah satu bentuk upaya sistematis yang dilakukan oleh para koruptor untuk melemahkan undang-undang tersebut.

"Itu adalah salah satu delegitimasi melalui itu dan 80 persen yang melakukan judicial review (UU KPK) adalah koruptor yang sedang menjalani proses hukum dan sudah diputus. Jadi bohong kalau ada yang mengatakan judicial review itu untuk menguatkan UU KPK," ujar dia.

Menurut dia, seringnya UU KPK di-judicial review juga menunjukkan fenomena kemampuan para koruptor melakukan konsolidasi jauh lebih cepat daripada kemampuan masyarakat sipil untuk mengorganisasikan dan koordinasikan kemampuannya.

"Sehingga kalau kita tidak melakukan gebrak-gebrakan maka kita akan kalah cepat. Dan media harus mempunyai keberpihakan yang luar biasa bukan hanya memberitakan semata," ujar Bambang.

Lebih lanjut ia mengatakan upaya lain untuk melemahkan KPK adalah dengan menarik "orang-orang terbaik" yang dimiliki oleh lembaga anti rasuah tersebut.

"Orang-orang terbaik di KPK dicopot, diambil, dikembalikan ke instansi asal. Sumber daya KPK dihabisin ibaratnya," kata dia.

Oleh karena itu, melalui Festival Antikorupsi 2015 yang mengusung tema "Berbagi Peran Membangun Negeri, Berbagi Peran Memberantas Korupsi", dirinya mengajak seluruh warga yang hadir di acara tersebut untuk menolak revisi UU KPK agar jangan sampai masuk keprolegnas DPR RI tahun depan.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015